Semarang (ANTARA News) - Wakil Presiden Jusuf Kalla yakin teror bom tidak akan mudah lagi terjadi di Indonesia karena sudah banyak ahli pembuat bom tertangkap. "Saya yakin tak semudah itu terjadi lagi di Indonesia dan di samping itu, polisi sudah mulai profesional. Saya yakin tidak lagi menjadi kebiasaan," kata Wapres Jusuf Kalla menjawab pertanyaan wartawan di Bandara Achmad Yani Semarang, Selasa, usai mengunjungi markas Sekolah Kepolisian Anti Teror "Jakarta Centre for Law Enforcement Cooperation (JCLEC)". Pernyataan Wapres itu dikemukakan menanggapi pertanyaan tentang munculnya ledakan bom pada bulan September-Oktober di Indonesia yang beberapa waktu lalu kerap terjadi. Wapres berharap hal itu tidak akan terjadi lagi. Dengan pengalaman yang dimiliki dalam beberapa tahun terakhir ini, menurut Wapres, aparat kepolisian yang dinilai sudah lebih profesional, pasti telah bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. Wapres menambahkan, maraknya teror bom di Indonesia beberapa waktu lalu memiliki sebab-sebab tersendiri, di antaranya adanya konflik di sejumlah daerah, adanya latihan-latihan (ala militer), dan masyarakat sendiri belum bersikap hati-hati. "Sekarang ini tokoh-tokoh teroris seperti Dr Azahari sudah tidak ada, Noordin M Top juga terus dicari di mana-mana dan ahli-ahli pembuat bomnya juga sudah banyak yang ditangkap," katanya. Sedangkan mengenai sekolah anti teror "JCLEC" yang baru dikunjunginya, Wapres mengatakan, kualitas pendidikan yang dimiliki aparat kepolisian harus setara kemampuan Internasional karena kejahatan di dunia ini semakin meningkat kualitasnya. Dikatakannya, kejahatan saat ini juga sudah berhubungan antarnegara sehingga tingkatannya juga harus baik. "Dan (melalui sekolah itu.red) kita menguji apa yang dilaksanakan di sejumlah negara selama ini," katanya. Sementara itu ketika mengunjungi Sekolah Anti Teror "JCLEC" tersebut, Wapres sempat melakukan dialog dengan sejumlah aparat kepolisian yang menjadi peserta pelatihan di sekolah itu. Dalam dialog tersebut, Wapres sempat menanyakan tentang materi pelatihan yang diajarkan para instruktur berkebangsaan asing yang berpengalaman. Salah seorang peserta yang mengaku berasal dari Sekolah Polisi Negara (SPN) mengatakan, mereka menjalani pelatihan selama sekitar satu minggu dengan materi antara lain bagaimana teknik melakukan wawancara terhadap para saksi setelah terjadinya tindak pidana terorisme. Ia juga berharap, program pelatihan yang didapat di sekolah tersebut bisa diterapkan dalam program latihan di SPN melalui kurikulum yang jelas. Sedangkan peserta yang mengaku berasal dari Laboratorium Forensik mengatakan, di sekolah tersebut mereka diajarkan bagaimana menganalisa sisa-sisa serpihan dari sebuah ledakan. Sekolah Anti Teror "JCLEC" berada di lingkungan Akademi Kepolisian Indonesia, tepatnya di Jl. Sultan Agung Candi Baru, Semarang, Jawa Tengah. Penjagaan di sekitar sekolah tersebut nampak sangat ketat. Para tamu yang datang ke tempat tersebut harus melewati sejumlah tempat pemeriksaan dengan meninggalkan tanda pengenal terlebih dulu.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006