Pontianak, (ANTARA News) - Kalimantan Barat (Kalbar) mendapat hibah sebesar 370.000 dolar AS dari United Nation Environment Program (UNEP) untuk pengembangan hutan mangrove di Batu Ampar, Kabupaten Pontianak, yang ditandai dengan penandatanganan nota kesepakatan antara Wakil Gubernur dan UNEP. Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kalbar, Tri Budiarto, di Pontianak, Senin (4/9) mengatakan, bantuan sebesar 370.000 dolar AS itu diperuntukkan pengembangan hutan mangrove di kawasan Batu Ampar dan menunjang aktivitas pengembangan hutan mangrove tiga tahun kedepan. Ia mengatakan, bantuan pengembangan hutan mangrove untuk Kalbar agak terlambat dibanding provinsi lainnya, seperti yang diterima lima provinsi di Indonesia, diantaranya untuk pengembangan padang lamun yakni sejenis tumbuh-tumbuhan di bawah laut di Bintan, terumbu karang di Bangka Belitung, dan untuk polusi udara di Batam sejak setengah tahun lalu. Secara alamiah mangrove di Indonesia (Batu Ampar) lebih cepat pertumbuhannya bila dibanding tujuh negara ASEAN pengembang mangrove yang terdiri dari Cambodia, China, Fhilipina, Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Thailand. Dibanding dengan China, mangrove Indonesia lebih bagus, karena Sumber Daya Alam (SDA) cukup mendukung. "Karena tanah, lumpur, dan cuaca yang mendukung, sehingga kemampuan tumbuh mangrove di Batu Ampar bagus," kata Tri Budiarto, pada saat penandatanganan nota kesepakatan dengan UNEP. Pada dua bulan lalu, Kepala Bapedalda itu melakukan kunjungan ke China guna meninjau tempat rehabilitasi hutan mangrove di Binhai yang telah melakukan pengembangan sekitar delapan tahun lalu, dengan tinggi tanaman sekitar satu meter. Ia berharap, kedepannya hutan mangrove Kalbar, dengan sumberdaya alam yang mendukung, mangrove yang dikembangkan akan menjadi percontohan, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga di dunia internasional. Hutan mangrove di Kalbar sekitar 500 ribu hektar, terbagi di beberapa kabupaten, seperti Kabupaten Ketapang, Sambas, Bengkayang, dan di Kabupaten Pontianak yang berada di Batu Ampar dengan tingkat kerusakan baru 30 persen. "Dari hasil analisis kita, kerusakan mangrove di Batu Ampar, banyak dilakukan oleh penebang liar dan penebangan untuk membuat tambak ikan dan udang. Tetapi apabila dibanding dengan kerusakan dari kabupaten lain, di Batu Ampar yang masih kecil tingkat kerusakannya," ungkapnya. Dalam mengatasi penebangan secara liar oleh masyarakat, ia mengharapkan instansi terkait bisa mencegah penebangan liar dan pembukaan tambak yang bukan pada tempatnya. Kedepannya akan ada proses rehabilitasi dan penindakan terhadap masyarakat yang merusak hutan mangrove secara liar. Selain itu kawasan Batu Ampar akan dijadikan "mangrove center" dengan pengelolaan yang melibatkan masyarakat sekitar, agar mereka mengetahui manfaat dari hutan mangrove bagi lingkungan, hewan, dan manusia. Sementara itu Wakil Gubernur Laurensius Herman Kadir, menyambut baik atas dipilihnya Batu Ampar sebagai salah satu "Demosite Mangrove" dengan luas hutan mangrove sekitar 157.775,90 hektar, dimana 65.685 hektar merupakan lokasi yang diusulkan sebagai demosite mangrove. Ia mengatakan, mangrove memiliki fungsi ekologis, sebagai tempat perkembangbiakan ikan, udang, kepiting dan spesies lainnya. Karena mangrove menyediakan keanekaragaman dan flasma nutfah yang tinggi dan sebagai penunjang kehidupan. Selain itu, mangrove memiliki akar yang kuat dan saling bertautan rapat dan kokoh, sehingga juga berfungsi sebagai pelindung daratan dari abrasi gelombang laut. Dari segi ekonomi mangrove dapat diperoleh dari hasil hutan, perikanan serta wisata alam, tempat pendidikan dan penelitian. Ia menambahkan, dari banyaknya manfaat hutan mangrove, maka kedepan Pemprov Kalbar akan lebih menjaga dan mengembangkan hutan tersebut, agar tidak dirusak oleh tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab.(*)

Copyright © ANTARA 2006