Masyarakat yang berniat melakukan olahraga atau sekadar melakukan penyegaran di ruas jalan Raya Darmo waktu itu tercuri perhatiannya dan kemudian berkerumun di sekitar mobil yang diukir mirip mobil sports Italia Lamborghini dengan dua pintu "scissor" yang terbuka secara vertikal.
Pemandangan yang tak lazim kala itu karena segala macam kendaraan seharusnya tidak diizinkan memakai jalan yang diperuntukan untuk Hari Bebas Kendaraan Bermotor.
Berhasil menarik perhatian masyarakat, dua orang pemandu kemudian memperkenalkan kepada khalayak bahwa kendaraan tersebut bukan lah kendaraan balap yang merubah bergalon-galon bahan bakar menjadi daya laju yang besar dan suara yang memekakkan telinga, melainkan adalah mobil listrik, yang diklaim beremisi nol dan senyap di jalanan, karya anak bangsa dan diberi nama Selo.
Oleh Kementerian Riset dan Teknologi, mobil listrik Selo, karya rumah modifikasi Kupu-Kupu Malam, Yogyakarta dan mobil listrik Dasep Ahmadi asal Depok diusung sebagai model untuk sosialisasi teknologi kendaraan berbasis listrik kepada masyarakat sebagai teknologi alternatif pengganti kendaraan berbasis bahan bakar fosil.
Mobil yang namanya terinspirasi dari Ki Ageng Sela, tokoh legenda yang bisa menangkap petir, itu ditenagai dua modul baterai dan satu motor listrik bertenaga 130 kw yang secara teori bisa dipakai untuk menempuh 200km dalam sekali perjalanan.
Manajer rumah modifikasi Kupu-Kupu Malam, Kunto Wibisono, mengatakan bahwa kemampuan motor listrik lebih bagus dan efisien jika dibandingkan dengan mesin.
Walaupun sudah dilengkapi dengan fitur "regenerative breaking" yang membantu mengisi baterai listrik ketika melakukan pengereman, namun kecepatan pengisian baterai listrik sendiri masih memakan waktu yang lama, kata Kunto tentang kelemahan mobil listriknya.
"Mobil ini masih prototype yang dipergunakan untuk mencari kekurangan dan bagaimana idealnya nanti. Masih belum diperjualbelikan karena murni untuk penelitian," kata Kunto tentang mobil listrik Selo.
Tahap Perkembangan
Kemenristek saat ini sedang gencar mempromosikan teknologi mobil listrik ke masyarakat sebagai salah satu upaya sosialisasi program kendaraan massal berbasis listrik yang sedang mereka kembangkan.
Melalui Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Kemenristek berhasil membuat sejumlah purwarupa mobil elektrik seperti Marlip, sedan Hevina dan model bus sedang yang dinamai Bus Listrik Nasional.
Ditenagai oleh motor listrik dengan yang menghasilkan 147 tenaga kuda untuk Bus Listrik Nasional dan 62 tenaga kuda untuk sedan listrik Hevina, secara teori, kedua mobil tersebut, dengan baterai terisi penuh, bisa dipakai untuk menempuh 150km dalam sekali perjalanan.
Dengan mengadakan sejumlah "roadshow" kendaraan berbasis listrik ke sejumlah daerah di Indonesia, Kemenristek mengenalkan teknologi alternatif pengganti mesin berbahan bakar fosil tersebut kepada masyarakat dan optimis untuk bisa menerapkannya pada 2017 nanti.
Asisten Deputi Iptek Pemerintah Kemenristek Pariatmono mengatakan teknologi mobil listrik di Indonesia saat ini sudah mencapai level tujuh, yang berarti tinggal dua tahap lagi menuju level sembilan atau tahap industrialisasi.
"Dari level tujuh ke delapan, mobil listrik membutuhkan uji coba di lingkungan sebenarnya," kata Pariatmono ketika menjajal kendaraan berbasis listrik di jalanan Surabaya beberapa waktu lalu.
Sementara untuk mencapai level sembilan, atau tahapan terakhir untuk proses industrialisasi, diperlukan regulasi pemerintah yang mengatur tentang insentif dan pajak. Selain itu, perlu juga kemauan dan ketersediaan modal untuk melakukan bisnis di bidang mobil listrik.
Kendala Baterai dan Pengisian Ulang
Tidak mudah memang untuk menggaet minat masyarakat agar beralih menggunakan kendaraan berbasis listrik, terutama untuk dipakai sebagai kendaraan pribadi, mengingat teknologi yang sedang berkembang sekarang belum bisa menyaingi kepraktisan yang ditawarkan oleh sepupunya yang berbasis bahan bakar minyak.
Mobil listrik boleh diklaim mempunyai emisi gas buang nol dan tidak menimbulkan kebisingan di jalan, namun ketika tiba masanya tenaga mobil terkuras dan harus mengisi ulang dengan listrik, masyarakat akan mengernyitkan alisnya seraya bergumam "berapa lama saya harus mengisi ulang baterainya?".
Kapasitas dan daya tahan baterai mobil listrik saat ini menjadi salah satu kendala karena teknologi yang ada belum memungkinkan pengguna untuk melakukan isi ulang secepat mengisi bahan bakar minyak ke tangki mobil.
Diperlukan empat jam hingga enam jam untuk mengisi ulang baterai mobil hingga penuh. Dengan teknologi pengisian cepat pun, masih membutuhkan waktu paling cepat 30 menit untuk mengisi penuh baterai mobil listrik.
Walaupun jika dikonversikan jarak yang bisa ditempuh mobil konvensional dengan satu liter bensin setara dengan Rp250 biaya pengisian baterai listrik, tidak akan terbayang bagaimana antrian kendaraan di stasiun pengisian listrik nantinya jika waktu yang diperlukan untuk mengisi baterai mobil masih belum bisa secepat mengisi tangki bensin dari kosong hingga penuh kembali.
Kekhawatiran akan "terdampar" karena kehabisan tenaga ketika di perjalanan menjadi salah satu hal yang disoroti oleh sebagian masyarakat.
"Kami juga belum tahu kelemahan mobil listrik ketika digunakan, kalau mobil berbahan bakar minyak kita sudah tahu. Jadi saya masih ragu," kata salah seorang masyarakat, Hartono.
Jika mobil listrik akan diproduksi secara massal, maka pemerintah perlu menjamin ketersediaan infrastruktur seperti stasiun pengisian dan harga yang terjangkau bagi masyarakat, kata Hartono. "Jika sudah siap, pasti masyarakat beralih ke mobil listrik".
Perkembangan teknologi baterai memang belum mencapai puncaknya dan masih menyisakan banyak ruang untuk penelitian agar bisa menghasilkan produk yang lebih efisien.
Menurut Pariatmono, dari skala satu sampai seratus, perkembangan teknologi baterai mobil listrik di Indonesia masih berada di angka 20, sementara di dunia berada di kisaran angka 30.
"Baterai merupakan jantung dari mobil listrik. Tingkat kejenuhannya masih rendah sehingga masih bisa berkembang," kata dia.
Kemristek, lanjut Pariatmono, mentargetkan untuk bisa membuat purwarupa baterai hingga 200wh/kg pada 2014 dan mengembangkannya hingga mempunyai kemampuan 500wh/kg pada tahap industrialiasai nantinya.
Namun demikian, Kemristek tidak memasang target yang terlalu muluk untuk memaksakan pemakaian mobil listrik untuk kalangan pribadi.
Pemerintah saat ini sedang berusaha untuk membawa purwarupa mobil listrik yang sudah dikembangkan menuju tingkat sembilan untuk siap di produksi dan mentargetkan pada 2017 Indonesia sudah bisa memproduksi dan menggunakan kendaraan massal berbasis listrik walaupun masih bersifat non-komersial yang nantinya digunakan secara terbatas untuk angkutan dalam kota dan kendaraan operasional instansi-instansi pemerintah sebagai awalnya.
Namun pemerintah berterus terang jika belum berani untuk menerapkan teknologi mobil listrik untuk kendaraan pribadi dan angkutan massal antar kota untuk tahap awalnya.
"Jika digunakan untuk kendaraan pemerintah dan angkutan dalam kota bisa diamati rute kendaraan yang digunakan sehingga mempermudah dalam penyediaan infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian listrik," Pariatmono mengatakan.
Gebrakan "Hijau" Dunia Otomotif
Upaya pemerintah layak mendapat apresisasi mengingat mobil listrik saat ini menjadi sorotan di dunia otomotif karena menjadi salah satu kandidat kuat alternatif pengganti kendaraan berbahan bakar minyak.
Didorong oleh meningkatnya kekhawatiran tentang akan habisnya bahan bakar fosil di masa depan, masyarakat dunia pun berlomba-lomba mencari alternatif yang paling pas untuk menggantikan teknologi berbasis bahan bakar minyak. Selain akan habis, bahan bakar fosil juga telah dituding sebagai salah satu agen pencemaran udara global yang berdampak pada perubahan iklim di Bumi.
Seperti yang dilakukan oleh pabrikan otomotif ternama seperti Mercedes-Benz, yang tidak mau ketinggalan unjuk gigi dalam mengembangkan mobil listrik. Tidak tanggung-tanggung, perusahaan yang bermarkas di Stuttgart, Jerman itu mengeluarkan "supercar" elektrik pertama di dunia, SLS Electric Drive.
Dibangun berdasarkan varian unggulan Mercedes Benz seri SLS AMG, versi elektriknya memiliki 740 tenaga kuda dan torsi 738lb ft. Tenaga tersebut sangat besar, 118 tenaga kuda dan 270lb ft lebih banyak dari yang dimiliki oleh paket mobil paling bertenaga SLS AMG Black sekalipun, namun tanpa emisi gas CO2. Siapa bilang mobil kencang tidak bisa "go green"?
Dengan 12 modul baterai dan empat motor listrik, satu untuk tiap rodanya, yang dihubungkan dengan dua girboks, SLS elektrik menjadi seri AMG paling bertenaga yang dijual di pasaran saat ini dengan harga 416.500 Euro (Rp6 miliar belum termasuk pajak), atau dua kali lipat harga seri SLS AMG standar.
Seluruh fitur dan tenaga penggerak mobil tersebut secara teori bisa melesatkan mobil hingga 155mpj, atau sekitar 248kpj, dan mempunyai daya jangkau sekitar 200 km dengan baterai terisi penuh, tergantung cara mengemudi.
Karena menggunakan motor listrik, SLS E-Drive akan tetap senyap ketika dipakai berkendara sekencang apapun. Namun, hal tersebut bisa membahayakan para pejalan kaki dan bahkan pengemudi, sampai-sampai Mercedes menyematkan fitur suara mesin tiruan di dalam kabin.
Dengan SLS Electric Drive, Mercedes Benz dan AMG berhasil membuktikan jika mobil yang ditenagai baterai listrik bisa mempunyai performa yang mumpuni dan bisa bersaing dengan mobil berbahan bakar minyak.
Badan otomotif dunia FIA pun tidak tinggal diam menyikapi peluang yang ditawarkan oleh mobil elektrik. Pada September tahun depan, FIA akan menggelar Formula E, balapan mobil formula elektrik pertama di dunia yang akan diikuti oleh 20 pebalap dari sepuluh tim.
Karena menggunakan energi listrik, balapan Formula E bisa jadi merupakan balapan yang tidak terlalu merusak telinga karena FIA mengeluarkan regulasi yang mengatur mobil Formula E hanya mempunyai tingkat kebisingan 80 desibel, sedikit lebih tinggi dari mobil biasa (70db) namun tidak seberisik suara bus (90db), sementara tingkat kebisingan balapan Formula 1 bisa mencapai 140db.
FIA mengatakan balapan itu sebagai "representasi dari gambaran masa depan industri otomotif".
Perkembangan teknologi mobil elektrik menyisakan perjalanan yang masih panjang untuk mewujudkan produk mobil elektrik yang efisien dan mendapatkan hati masyarakat.
Masyarakat memang masih belum menemui instalasi pengisian ulang baterai mobil listrik di jalanan, meskipun masih ragu, mereka akan siap jika memang industri dan pemerintah dibarengi dengan Sumber Daya Manusia yang kompeten bergerak menuju era mobil listrik.
Saat ini mobil listrik baru bisa menawarkan kesenangan berkendara dalam waktu yang terbatas, tapi jika tiba masanya minyak bumi nanti tidak tersisa lagi, mobil seperti ini bisa jadi akan menjadi penguasa baru jalanan.
Pewarta: Aditya E.S. Wicaksono
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013