Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi meyakini peran Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi alat kesehatan dan bantuan sosial Banten.

"Artinya dari sisi pertanggungjawaban dan lain-lain jelas tidak mungkin lepas dari dia (Atut), posisi dia sebetulnya pengelolaan anggaran harusnya PA (Pengelola Anggaran), sama kalau di kementerian kan menteri, lalu KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) biasanya sekda (sekretaris daerah) ini keliatannya sudah diobrak-abrik," kata Wakil Ketua KPK Zulkarnain di gedung KPK Jakarta, Senin.

KPK sebelumnya menyatakan bahwa Ratu Atut juga menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alkes Banten, namun surat perintah penyidikan (sprindik) belum belum diterbitkan.

"Sekarang (Atut) kan bersama-sama terkait penyuapan (Pilkada) Lebak, yang lain memang sudah didiskusikan juga memang pada skala itu, cuma memang secara formal, surat perintahnya belum karena sebetulnya yang fokus ke sana (Alkes) tetapi yang lain-lain banyak cuma kalau ini digabung langsung, ini strategi, artinya hanya ini bagian kerja sama dengan tersangka lain," ungkap Zulkarnain.

Menurut Zulkarnain kasus alkes tersebut merupakan kasus tersendiri.

"(Alkes) Itu kan rumpun kasusnya tersendiri berarti konstruksinya akan tersendiri, di dalam hal perencanaan pengadaan alat-alat kesehatan bahkan bisa berkembang juga kepada yang lain. Makanya kita perluas, penyelidikan didalami terus," tambah Zulkarnain.

Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan setidaknya ada tiga indikasi penyelewenagan dalam pengadaan alat kesehatan dengan nilai mencapai Rp30 miliar yang terdiri atas alat kesehatan tidak lengkap (Rp5,7 miliar); alat kesehatan tidak sesuai dengan spesifikasi (Rp6,3 miliar) dan alat kesehatan tidak ada saat pemeriksaan fisik (Rp18,1 miliar).

Sedangkan untuk kasus dugaan korupsi bansos yang masih dalam tahap penyelidikan, Zulkarnain mengatakan bahwa kasus tersebut pun terus didalami.

"Nanti kita dalami walaupun itu masalah, tentu kita harus kerucutkan juga sesuai kemampuan kita sebab kalau mengambang semua, tuntasnya agak sulit, tapi sebetulnya secara umum perlu dijadikan pembelajaran dalam perencanaan pengadaan barang dan jasa, ini masih rawan," jelas Zulkarnain.

BPK menemukan ketidakwajaran dalam pengelolaan anggaran bantuan sosial di Banten yang nilainya Rp7,8 miliar. Anggaran tersebut dicairkan 2010-2011 yaitu pada 2010 mengalokasikan anggaran bansos Rp51,5 miliar dan terealisasi Rp51,4 miliar, sedangkan pada 2011 anggaran dialokasikan Rp78,5 miliar dan terealisasi Rp78,2 miliar.

Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menambahkan bahwa KPK pun masih melakukan konsolidasi antarpenyidik.

"Yang kedua juga konsolidasi penyidiknya, penyidik punya waktu, yang penting bagi kami dengan upaya paksa, ini proses pemeriksaan lebih transparan dan objektif supaya bisa dilakukan, yang penting kalau sudah di dalam lebih mudah," ujar Bambang.

Komisioner KPK lainnya, Adnan Pandu Pradja menyatakan posisi Atut sudah semakin jelas dalam kasus bansos.

"Sedang didalami tetapi yang penting sekarang sudah makin jelas posisi Atut, tinggal didalami," kata Adnan saat ditanya mengenai perkembangan dugaan korupsi bansos Banten.

Artinya, Atut pun terbuka kemungkinan untuk terkena dalam kasus bansos.

KPK pada Jumat (20/12) menahan Ratu Atut di rumah tahanan Pondok Bambu Jakarta Timur sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemberian hadiah kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam penanganan perkara pemilihan kepala daerah (Pilkada) Lebak.

Atut bersama adiknya Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan diduga memberikan suap sebesar Rp1 miliar kepada mantan ketua MK Akil Mochtar melalui seorang advokat Susi Tur Andayani yang juga sudah berstatus tersangka untuk mengurus sengketa Pilkada Lebak.

Atut dikenakan pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-undang No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Porupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengenai orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara 3-15 tahun dan denda Rp150-750 juta.

KPK saat ini juga tengah menelusuri aset Ratu Atut.

Harta kekayaan Ratu Atut berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 6 Oktober 2006 Ratu Atut mencapai Rp41,93 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013