Jakarta (ANTARA News) - Sopir taksi yang memasang lebel "tarif lama" tidak selalu memberlakukan tarif murah, karena beberapa dari mereka memodifikasi argo, sehingga berfungsi seperti argo taksi dengan tarif baru. "Tarif lama cuma pas buka pintu, selebihnya sama saja. Alat kan bisa diakali," kata Tarman (42), sopir taksi Prestasi yang mangkal di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, Senin. Tarif lama yang dimaksud adalah tarif berdasarkan SK Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 823/1.811.1 tanggal 29 Maret 2005. Dengan ketentuan tersebut, penumpang dikenakan Rp4 ribu untuk membuka pintu dan Rp1.800 per kilometer perjalanan. Sedangkan tarif baru adalah tarif penyesuaian terhadap kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), yaitu Rp5 ribu untuk buka pintu dan Rp2.500 per kilometer perjalanan. Tarman mengatakan tarif lama yang diberlakukan oleh sejumlah sopir taksi hanya tarif buka pintu, selebihnya mereka menggunakan tarif perjalanan yang baru, Rp2.500 per kilometer. "Memang kalau buka pintu cuma kena empat ribu, tapi selama perjalanan yang berlaku adalah tarif baru," katanya. Namun demikian, dia menolak untuk menjelaskan bagaimana cara memodifikasi argo sehingga dapat berfungsi demikian. Sementara itu, sopir taksi Sepakat, Irawan (40) mengatakan pemasangan label "tarif lama" tersebut hanya untuk menarik calon penumpang. Menurut dia, perusahaan taksi yang benar-benar memberlakukan tarif lama secara apa adanya tidak akan mampu bertahan. Ia mengaku selalu tidak bisa menutup biaya operasional dengan tarif sebelum kenaikan harga BBM itu. Namum demikian dia tidak bersedia merinci kerugian yang dialami. "Yang paling terasa adalah biaya bensin, tidak pernah bisa tertutup," katanya. Sebelumnya, Ketua Organisasi Perusahaan Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta, Herry Rotty, memprediksi beragamnya tarif taksi disebabkan karena persaingan harga yang dilakukan oleh perusahaan taksi dari luar Jakarta yang kemudian diikuti oleh taksi Jakarta. Menurut Data Organda DKI Jakarta, jumlah taksi luar kota mencapai sekitar 15.000 unit.(*)

Copyright © ANTARA 2006