Globalisasi yang melahirkan sikap disintegrasi, konflik multi dimensi, lemahnya daya saing serta teriritasinya nilai-nilai kebangsaan, menjadi salah satu pertanda habisnya modal sosial di negara ini,"
Banjarmasin (ANTARA News) - Pengamat Politik dan juga Dosen Fisip Universitas Diponegoro Semarang Jurusan Ilmu Pemerintahan Edi Santoso mengungkapkan saat ini Indonesia telah kehabisan modal sosial untuk melanjutkan proses pembangunan nasional.

Pernyataan tersebut disampaikan Edi, usai menjadi pembicara pada seminar dan lokakarya penyusunan kurikulum inti program studi ilmu komunikasi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin di Banjarmasin, Selasa.

Menurut dia, kehabisan modal sosial dimaksud, ditandai dengan banyak degradasi moral yang terjadi dalam sepuluh tahun terakhir.

"Globalisasi yang melahirkan sikap disintegrasi, konflik multi dimensi, lemahnya daya saing serta teriritasinya nilai-nilai kebangsaan, menjadi salah satu pertanda habisnya modal sosial di negara ini," katanya.

Hal tersebut terjadi, kata dia, karena birokrasi dibangun berdasarkan nilai-nilai finansial atau ekonomi, kekuasaan dibeli dengan uang, bukan berdasarkan kemampuan dan kearifan calon pemimpin.

Struktur dan kewibawaan pemimpin dan pemerintah, bukan tumbuh karena kharisma tetapi karena modal ekonomi.

Bahkan, tambah dia, lembaga agama juga ikut kedodoran membangun kembali modal sosial ini.

Padahal, kata dia, modal sosial berupa kearifan lokal, gotong royong, toleransi maupun struktur NKRI, dulu adalah pilar yang susah ditaklukkan, pada masa perjuangan, dan modal tersebut terbukti mampu mengalahkan penjajah.

Bahkan, tambah dia, beberapa penulis Barat yang dulunya kagum dengan modal sosial yang Indonesia miliki, kini mereka terkaget-kaget melihat bangsa ini, kehabisan modal sosial tersebut.

"Dengan kondisi yang terjadi saat ini, kita bukan hanya ke habisan modal, tetapi telah mengalami kebangkrutan sosial, dan ini sangat memprihatinkan," katanya.

Sehingga, pemerintah dan seluruh pihak terkait harus segera melakukan tiga "re" yaitu reinstropeksi, reorientasi dan reaktualisasi berupa kearifan lokal, untuk kembali membangun modal sosial.

Hanya dengan mengembalikan modal sosial nasional, maka pembangunan nasional akan jauh lebih cepat dan baik.

"Melalui modal sosial ini, korupsi, pertikaian antar suku bangsa, agama dan lainnya, bisa dikurangi bahkan dihentikan," katanya.

Kebangkrutan modal sosial ini terjadi, karena hasil kegiatan pembangunan dan jejaring sosial antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat putus, kalaupun ada jejaring, hanya berdasarkan kepentingan sesaat dan individu.

"Belum ada pemimpin yang seperti Soekarno - Hatta, yang memiliki visi satu negeri," katanya. (U004/S025)

Pewarta: Ulul M
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013