London (ANTARA News) - Forum Komunikasi Masyarakat Indonesia Nederland (FKMIN) menilai perlunya dibentuk KBRI Watch di luar negeri, khususnya di Eropa, sebagai lembaga pengawasan yang antara lain dapat memperkecil kebocoran uang negara di luar negeri. Pandangan itu mengemuka dalam diskusi politik yang digelar dalam rangkaian HUT Kemerdekaan RI ke-61 di KBRI Den Haag, Sabtu, yang diadakan oleh FKMIN dengan mengangkat tema "Pemberantasan Korupsi". Ketua FKMIN, Dr Sofjan Siregar, dalam keterangannya kepada ANTARA di London, Minggu, menegaskan bahwa masyarakat Indonesia di luar negeri selalu mengikuti berita-berita tanah air melalui internet. Dikatakannya tidak ada hari yang luput dari pemberitaan mengenai terbongkarnya kasus korupsi dengan skala kerugian miliaran dan bahkan triliunan rupiah. "Harusnya semakin banyak yang terbongkar, semakin sedikit kasus yang ada, tetapi ini justru makin banyak yang timbul," ujar Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Orwil Eropa itu. Sofyan yang juga menjadi dosen pada Universitas Islam Eropa itu mengakui bahwa usaha pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pemerintah selama ini masih dalam tataran membongkar satu kasus, tetapi proses akhirnya banyak yang "tidak terdengar". "Pemerintah seperti tidak merasa berkewajiban untuk menuntaskannya kasus yang sudah diungkap, contohnya dalam kasus SP3 Suharto, mantan presiden di zaman Orba itu," katanya. Lebih lanjut Sofyan Siregar mengatakan dalam diskusi itu tentang perlunya tindakan amputasi nasional antara lain dengan melakukan kocok ulang APBN 2007, karena anggaran yang tersusun itu dinilai tidak imbang dengan kepentingan dasar rakyat Indonesia. Selain itu, Sofyan juga menyarankan untuk meninjau kembali fasilitas perumahan dinas yang disediakan bagi pejabat dan jika dianggap perlu dapat melelangnya untuk dialokasikan buat kepentingan rakyat. Diskusi itu membahas usulan untuk penghapusan segala bentuk kegiatan studi banding (dari Indonesia) keluar negeri, rotasi dan mutasi besar-besaran khususnya dalam lembaga penegak hukum Kejaksaan, pengadilan dan Kepolisian di tingkat pimpinan. Ia juga menyebutkan perlu ada debirokratisasi pada lembaga peradilan dengan menghilangkan tingkat banding dan kasasi dalam kasus delik korupsi. Kanker ganas Sementara itu, Zulheri SH MH, kandidat PhD Erasmus University Rotterdam, mengakui bahwa ada fenomena budaya korupsi semakin subur di segala lini dengan berbagai modus operandi. "Korupsi sudah seperti kanker ganas," kata Dosen senior pada bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Andalas itu. Ia melihat reformasi boleh dikatakan belum tuntas dilaksanakan, bahkan kini seperti kehilangan moment, dan bisa dikatakan belum ada pemimpin yang benar-benar reformatif. Diakuinya kesenjangan sosial atau kecemburuan ekonomi antara antara kelompok "the have" dan "the have not" sangat besar. Zulheri melihat ada keberpihakan pemerintah kepada pengusaha besar dan menengah, selain adanya tekanan politis dan ekonomis dari penguasa baik pihak swasta, konglomerat, politikus, militer dan partai terhadap penyelenggaraan negara. Diakuinya penggunaan teknologi informasi belum merata ke desa-desa dalam penyelenggaraan pemerintah. Dalam upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat dipandang perlu ada komitmen nasional yang melibatkan semua pihak guna mengurangi berbagai hambatan, termasuk mengurangi tekanan dari pihak yang berkuasa. "Tumbuh kembangkan semangat untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara besar, maju bermartabat dan terhormat dengan menjunjung nilai-nilaui kebaikan, kejujuran dan keadilan." Pembicara lain yang tampil dalam diskusi yang dihadiri masyarakat Indonesia yang tinggal di negeri Belanda dan para pelajar itu adalah Hayan Ulhag LLM, kandidat PhD di University Utrech. (*)

Copyright © ANTARA 2006