Setahu saya ini proyek pertama, yang bisa menghasilkan biochar dalam jumlah lebih besar. Ini cara paling efisien untuk mengambil karbon dari udara dan kita kembalikan lagi ke bumi (tanah)
Majalengka (ANTARA) - Asosiasi Biochar Indonesia atau IBA menyebut kehadiran pabrik biochar di Majalengka, Jawa Barat, bisa membantu pemerintah dalam mengurangi emisi karbon (CO2) karena fasilitas itu mampu mengonversi hampir 30 ribu ton limbah agrikultur per tahun.

“Setahu saya ini proyek pertama, yang bisa menghasilkan biochar dalam jumlah lebih besar. Ini cara paling efisien untuk mengambil karbon dari udara dan kita kembalikan lagi ke bumi (tanah),” kata Ketua Umum IBA Hashim Djojohadikusumo saat ditemui di Majalengka, Rabu.

Hashim mengatakan di sejumlah daerah masih banyak petani membakar limbah pertanian di tempat terbuka, serta hal itu dapat mencemari udara karena menghasilkan CO2. Padahal limbah tersebut bisa diolah menjadi barang yang bermanfaat seperti biochar.

Ia menjelaskan biochar merupakan bahan padat dengan kandungan karbon yang dihasilkan dari proses pengolahan limbah organik seperti sekam, jerami, ampas tebu, batok kelapa dan lainnya.

Menurut dia, biochar dapat diaplikasikan untuk pembenahan lahan pertanian karena fungsinya memperbaiki serta meningkatkan kemampuan penyerapan air dan unsur hara. Sehingga tanah menjadi subur.

"Tadi kita lihat contoh tanaman yang pakai biochar dan tidak. Perbandingannya jauh sekali, karena biochar bisa menyuburkan dan menambah unsur hara,” ujarnya.

Hashim menyampaikan pendirian pabrik di Majalengka itu, telah membuka kesempatan yang lebih luas bagi Indonesia dalam memerangi perubahan iklim.

Sebab, kata dia, produksi biochar dalam jumlah besar secara tidak langsung berkontribusi pada pengurangan emisi karbon.

“Prospeknya untuk Indonesia besar sekali, ini bisa jadi bahan ekspor dan dipakai di dalam negeri. Ini sangat tepat karena berkaitan dengan perubahan iklim. Banyak perusahaan mencari proyek seperti ini,” katanya.

Hasil produksi biochar di pabrik yang ada di Majalengka, Jawa Barat. (ANTARA/Fathnur Rohman)
Sementara itu CEO SAWA Ecosolutions Phil Rickard mengemukakan bahwa pabrik tersebut dapat menghasilkan lebih dari 5.000 ton biochar per tahun, dengan rata-rata produksinya sekitar 19 ton per hari.

“Jumlah itu setara dengan lebih dari 5.000 ton pembuangan karbon dioksida yang terukur,” ujar dia.

Adapun proses produksi di pabrik itu, lanjut dia, dilakukan melalui dekomposisi termal bahan organik yang terkendali.

Rickard menambahkan bahwa jika diadopsi lebih luas, biochar dapat menyerap CO2 sehingga bisa membantu Pemerintah Indonesia mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca.

Selain itu, hadirnya pabrik biochar di Majalengka menandai kolaborasi awal antara SAWA dengan Offset8 Capital Limited (firma manajemen aset berpemilik yang berbasis di Pasar Global Abu Dhabi) untuk memperoleh kredit penghilangan CO2 di berbagai lokasi di Indonesia dan sekitarnya.

Nilai dari kerja sama itu, mencapai lebih dari 50 juta dolar AS.

“Pabrik ini menandai komitmen kami melawan perubahan iklim melalui teknologi penangkapan karbon untuk mengubah limbah pertanian menjadi biochar,” ucap dia.

Baca juga: "Biochar" mengolah sampah menjadi berkah
Baca juga: UNDP kenalkan biochar, produksi jagung naik empat kali lipat
Baca juga: Petani di Mongolia Dalam untung Rp5,9 miliar dari jerami


Pewarta: Fathnur Rohman
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2024