Jakarta (ANTARA) - Dibangun pada 1907, Gedung Indonesia Menggugat di Bandung pertama kali digunakan oleh otoritas kolonial Belanda untuk mengadili orang-orang yang membangkang terhadap Belanda.

"Di sinilah Soekarno diadili. Dalam persidangan selama dua hari tersebut, Soekarno berhasil membela diri," ujar Dede Ahmad, narator museum itu.

Pada 1927, Soekarno dan rekan-rekan lainnya membentuk Perhimpunan Nasional Indonesia, yang kemudian berganti nama menjadi Partai Nasional Indonesia, untuk memperjuangkan kemerdekaan nasional. Dua tahun berselang, otoritas kolonial Belanda menangkap Soekarno atas dakwaan "melancarkan pemberontakan."

Dalam persidangan itu, Soekarno menyampaikan pidato pembelaan yang panjang berjudul "Indonesia Menggugat," yang menguraikan berbagai aksi kejahatan penjajah Belanda dan menganjurkan perjuangan rakyat Indonesia yang sah untuk mewujudkan kemerdekaan nasional.

"Bahwasanya, matahari bukan terbit karena ayam jantan berkokok, ayam jantan berkokok karena matahari terbit! ......Yang sebenarnya ialah, bahwa juga di Indonesia pergerakan nasional itu terlahir dari imperialisme yang didewa-dewakan oleh Tuan dan tidak kurang-kurangnya dari sistem drainage ekonomi yang semenjak berabad-abad bekerja di negeri itu.....Imperialisme itulah penghasut yang besar, imperialisme itulah penjahat besar yang menyuruh berontak: karena itu bawalah imperialisme itu ke depan polisi danhakim!" ujar Soekarno dalam pidato pembelaannya.

Suara keadilan yang dikumandangkan oleh Soekarno memantik berbagai respons yang antusias dari rakyat Indonesia dan kepanikan dari penjajah Belanda. Dia dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun dan dijebloskan ke Penjara Sukamiskin, Bandung.

Soekarno menjadi presiden pertama Republik Indonesia pascakemerdekaan 1945 dan berhasil memimpin rakyat Indonesia untuk mengalahkan upaya penjajah Belanda dalam menguasai kembali Indonesia lewat perang.

Dia menegaskan bahwa para penjajah tidak akan rela menerima kekalahan di Asia dan Afrika, dan negara-negara yang baru didirikan harus bersatu untuk menentang kolonialisme dan imperialisme.

Pada 1955, Konferensi Asia-Afrika yang diprakarsai oleh Soekarno dan pihak lainnya berhasil diselenggarakan di Jalan Asia-Afrika, yang hanya berjarak 1 kilometer dari lokasi persidangan tempat "Indonesia Menggugat" disampaikan. Konferensi itu melambangkan kebangkitan dan persatuan masyarakat Asia dan Afrika.

"Kita semua telah menyaksikan ketidakadilan tatanan ekonomi dunia saat ini. Kita harus menolak diskriminasi perdagangan. Pembangunan industri hilir tidak boleh dihambat. Kita harus terus menyuarakan kerja sama yang setara dan inklusif," ujar Presiden Republik Indonesia Joko Widodo.

Pada akhir Agustus 2023, dalam pertemuan para pemimpin BRICS di Johannesburg, Afrika Selatan, Jokowi menyerukan negara-negara di Global South agar bersatu, melindungi hak-hak pembangunan mereka, dan menentang berbagai tindakan yang menghambat kemajuan.

Kereta Cepat

Stasiun kereta Tegalluar di Bandung diresmikan pada 7 September tahun lalu. Itu merupakan satu dari empat stasiun pada jalur Kereta Cepat Jakarta-Bandung, sebuah proyek unggulan di bawah Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra yang dibangun bersama oleh Indonesia dan China.

Jalur kereta cepat itu mempersingkat waktu perjalanan antara Jakarta dan Bandung dari yang semula lebih dari tiga jam menjadi sekitar 40 menit saja, serta menggenjot aktivitas ekonomi dan peluang lapangan kerja.

"Saya sangat senang, dan masyarakat Indonesia juga sangat senang karena kereta cepat kami merupakan satu-satunya di Asia Tenggara. Dengan infrastruktur ini, kami dapat meletakkan fondasi untuk kemajuan. Hal yang paling penting adalah hal itu juga akan meningkatkan daya saing nasional Indonesia," kata Jokowi sebelum pengoperasian komersial kereta cepat tersebut.

Bambang Suryono, presiden wadah pemikir (think tank) Nanyang ASEAN Foundation yang berbasis di Jakarta, menyampaikan bahwa negara-negara Barat telah mewujudkan modernisasi mereka dengan memperbudak dan mengeksploitasi negara lain, sehingga menyengsarakan rakyat di negara tersebut.

"Lewat solidaritas dan kerja sama dengan China, Indonesia berpartisipasi dalam pembangunan bersama Inisiatif Sabuk dan Jalur Sutra dan meraih pembangunan bersama. Ini membuktikan bahwa negara-negara di Global South dapat memulai jalur pembangunan baru," imbuhnya.

Bergandengan

Pada 22 April 2015, Presiden China Xi Jinping menyampaikan pidato bertajuk "Melanjutkan Semangat Bandung untuk Kerja Sama yang Saling Menguntungkan" di Konferensi Asia-Afrika yang digelar di Indonesia.

"Enam puluh tahun yang lalu, para pemimpin dari 29 negara Asia dan Afrika menghadiri Konferensi Bandung, melahirkan Semangat Bandung (yang terdiri atas) solidaritas, persahabatan, dan kerja sama, menggalang gerakan pembebasan nasional yang menjangkau Asia, Afrika, dan Amerika Latin, serta mempercepat proses dekolonisasi global," tutur Xi dalam pidatonya.

"Semangat Bandung di bawah situasi baru ini tetap memiliki vitalitas yang kuat. Kita harus melanjutkan Semangat Bandung dengan memperkayanya melalui elemen-elemen baru yang sesuai dengan perubahan zaman, dengan mendorong (terciptanya) jenis hubungan internasional baru yang mengusung kerja sama yang saling menguntungkan, dengan mendorong (adanya) tatanan dan sistem internasional yang lebih adil dan merata," dan dengan membangun komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia sehingga menghadirkan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat di Asia, Afrika, dan wilayah lainnya di dunia, urai Xi.

Di Bandung saat ini, Kereta Cepat Jakarta-Bandung melaju dengan cepat, mewujudkan Semangat Bandung yang terdiri dari "solidaritas, persahabatan, dan kerja sama" di era baru.

Musisi Indonesia Andy Qiu menulis sebuah lagu berjudul "Meluncur Menggapai Impian" untuk jalur kereta tersebut. Seperti lirik lagunya, "Bergandengan tangan, bahu membahu, tiada yang tak mungkin bila kita bersatu."

Pewarta: Xinhua
Editor: Santoso
Copyright © ANTARA 2024