Jakarta (ANTARA News) - Presiden Junior Chamber International (JCI) Indonesia, Heru Cokro menyatakan prihatin dan ikut memberikan perhatian serius terhadap ratusan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di luar negeri yang terancam hukuman mati sampai saat ini.

Heru Cokro menyatakan hal tersebut dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu, menanggapi data Migrant Care bahwa ada 265 TKI yang hingga kini masih menjalani proses hukum di sejumlah pengadilan di luar negeri dengan dakwaan hukuman mati. Sebanyak 213 TKI di antaranya di Malaysia, 33 orang di Arab Saudi, 18 TKI di China, dan 1 orang lagi di Iran.

Heru menilai pemerintah dewasa ini belum cukup kuat melindungi warga Indonesia yang bekerja di luar negeri. Selain itu, pemerintah belum fokus untuk meningkatkan skill pekerja sehingga memiliki banyak keterampilan.

"Hal yang harus diperhatikan dalam persaingan pasar kerja global, baik pemerintah atau pengusaha harus mampu mendorong dan menyiapkan profesional serta tenaga kerja ahli Indonesia agar menonjol dan marketable di level global. Hal itu diperlukan untuk meningkatkan jumlah TKI yang bekerja di sektor formal dan secara langsung mengurangi TKI di sektor informal," katanya.

Bahkan, dari catatan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), jumlah TKI yang bekerja di luar negeri mencapai 6,5 juta jiwa. Mereka berasal dari 392 kabupaten/kota. Sedangkan di Indonesia terdapat 500 kabupaten/kota, artinya hanya 108 kabupaten/kota yang tidak mengirimkan warganya menjadi buruh migran.

Dari 6,5 juta jiwa itu sebanyak 2,2 juta jiwa bekerja di Malaysia dan 1,5 juta jiwa lainnya bekerja di Arab Saudi.

BNP2TKI juga mencatat, dari jumlah penempatan TKI sebanyak hampir 500 ribu orang pada tahun lalu, 258 ribu di antaranya bekerja di sektor formal dan 236 ribu orang di sektor informal atau Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT).

Angka ini merupakan kemunduran bila dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2011, BNP2TKI mencatat ada 264 ribu TKI yang bekerja di sektor formal dan hanya 124 ribu yang bekerja di sektor informal.

"Dengan memiliki keterampilan, diharapkan TKI akan lebih terserap ke sektor formal. Jika demikian, perlindungan dan jaminan hidup para TKI akan semakin tinggi. Pemerintah harus berperan aktif untuk meningkatkan kualitas para pekerja Indonesia sehingga tidak hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga tetapi bisa masuk ke jajajaran karyawan di sebuah perusahaan," demikian Heru Cokro. (*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013