Jakarta (ANTARA News) - Langkah Mahkamah Konstitusi (MK) membentuk Dewan Etik Hakim Konstitusi selaku pengawas internal mengundang pertanyaan berbagai pihak karena dinilai tumpang tindih dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) MK yang sudah ditandatangani Presiden.

Sebab di dalam Perppu MK juga diatur badan pengawas permanen Mahkamah Konstitusi (MK) yang disebut-sebut sebagai Majelis Kehormatan Hakim MK.

Ketua MK Hamdan Zoelva bersikeras bahwa Dewan Etik Hakim Konstitusi hanya untuk mengisi kekosongan pengawasan saat ini. Lagipula menurut Hamdan, hingga saat ini keberadaan Majelis Kehormatan Hakim MK yang diatur perppu belum juga terwujud.

"Dewan Etik Hakim Konstitusi ini untuk mengisi kekosongan sampai Majelis Kehormatan Hakim yang diatur dalam perppu terbentuk. Jika terbentuk pun keduanya kemungkinan bisa berjalan beriringan," kata Ketua MK Hamdan Zoelva.

Dalam upayanya membentuk Dewan Etik Hakim Konstitusi, sejauh ini MK telah menunjuk tiga orang anggota panitia seleksi (pansel) untuk mencari dan menyeleksi anggota Dewan Etik Hakim Konstitusi.

Awalnya ketiga anggota pansel itu terdiri dari Dr Laica Marzuki SH, Profesor Dr Azyumardi Azra, dan Profesor Dr Saldi Isra SH.

Namun belakangan Azyumardi dan Saldi Isra menyatakan mengundurkan diri karena alasan berbeda.

Saldi mengundurkan diri, setelah merenungkan kembali pernyataannya di media bahwa sebaiknya sekretariat dari Majelis Kehormatan berada di Komisi Yudisial. Saldi merasa tidak nyaman jika terlibat dalam pembentukan Dewan Etik yang akan bersekretrariat di MK.

Sedangkan mundurnya Azyumardi dari pansel lantaran yang bersangkutan memiliki tugas lain pada saat yang sama.

Keduanya digantikan oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Slamet Effendi Yusuf, dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Profesor Aswanto. Sehingga anggota Pansel Dewan Etik Hakim Konstitusi tetap berjumlah tiga orang, bersama Dr Laica Marzuki SH.

Ketiga anggota pansel memiliki waktu selambat-lambatnya 30 hari (hingga akhir November 2013) untuk menyeleksi anggota Dewan Etik Hakim Konstitusi.

Lebih jauh Hamdan mengatakan urgensi pembentukan Dewan Etik Hakim Konstitusi yakni untuk menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, dan perilaku hakim konstitusi serta kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi.

Berkaitan dengan hal tersebut Dewan Etik Hakim Konstitusi yang diatur melalui Peraturan MK juga diberikan kewenangan menerima laporan serta mengumpulkan berbagai informasi dari berbagai pihak yang terkait dengan perilaku dari hakim konstitusi setiap hari.

Jika menemukan pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim, Dewan Etik Hakim Konstitusi berhak mengeluarkan tiga kemungkinan putusan, yakni memberikan teguran lisan kepada hakim bersangkutan, memberikan teguran tertulis apabila pelanggarannya sedikit lebih berat, atau mengusulkan pembentukan Majelis Kehormatan jika dianggap pelanggaran berat.

Menyikapi langkah MK tersebut, Ketua Komisi III DPR RI Pieter Zulkifli mengingatkan kepada MK bahwa pembentukan Dewan Etik Hakim Konstitusi harus tunduk terhadap perppu MK yang sudah berlaku sejak diterbitkan Presiden.

Pieter tidak menyebut bahwa pembentukan Dewan Etik akan tumpang tindih dengan Majelis Kehormatan yang telah diatur Perppu MK. Dia hanya mengingatkan bahwa semua perbuatan hukum yang dilakukan oleh MK tidak boleh bertentangan dengan Perppu MK.

Sementara itu pengacara Robikin Emhas menilai pembentukan Dewan Etik Hakim Konstitusi oleh Mahkamah Konstitusi merupakan terobosan hukum yang dapat dipahami.

"Dalam masa transisi pascaditerbitkannya Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang MK, dan sebelum tuntasnya perumusan kode etik oleh MK dan KY, hemat saya Dewan Etik yang dibentuk MK merupakan terobosan hukum yang dapat dipahami," kata Robikin Emhas.

Dia mengatakan pembentukan Dewan Etik juga sekaligus memenuhi perintah pembentuk undang-undang yang mengamatkan hal itu, serta menjadi bagian dari kehendak publik, termasuk para pencari keadilan dalam sengketa konstitusional, yang direspon secara baik oleh MK.

Hanya saja di sisi lain Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin mengusulkan agar mekanisme pembentukan Dewan Etik Hakim Konstitusi disederhanakan sehingga memudahkan pencarian anggotanya.

Irman mengusulkan agar pembentukan Dewan Etik Hakim Konstitusi dilakukan tanpa melalui panitia seleksi, karena dikhawatirkan para negarawan enggan mendaftarkan diri.

Sedangkan Wakil Ketua Komisi Yudisial Abbas Said mengaku tidak mempersoalkan upaya pembentukan Dewan Etik Hakim Konstitusi, meskipun dilakukan tanpa melibatkan Komisi Yudisial (KY).

"Kami belum bisa berkesimpulan dulu, karena perppu ini saja belum disahkan. Itu kan wewenang dia (bentuk dewan etik)," kata Abbas Said.

Abbas Said mengungkapkan bahwa sejak awal MK memang tidak mau diawasi oleh KY. Sehingga, menurut Abbas, pihaknya akan bertindak mengikuti aturan yang ada saja.

"Nanti orang sangka kami ambisi mengawasi (MK), kan nggak enak ya, padahal nggak ada duitnya," katanya.

Oleh Rangga Pandu Asma
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013