Jakarta (ANTARA News) - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) menghimbau pemerintah agar melakukan evaluasi menyeluruh terhadap keberadaan tata niaga pada enam komoditi yang dapat mendorong kenaikan inflasi. Menurut Ketua Gapmmi, Thomas Darmawan, di Jakarta, Jumat, keenam komoditi yang masih terkena tata niaga adalah gula, beras, garam, daging sapi, ayam, dan udang. "Untuk mencapai angka inflasi yang rendah, tata niaga harus dievaluasi. Kita kan masih ada 6 komoditi yang membuat inflasi tinggi. Satunya gula yang masih kena bea masuk, lalu tata niaga beras, garam, daging sapi, ayam, dan udang. Itu yang jadi masalah karena harganya kan berfluktuasi sekali. Kalau itu dikurangi bea masuknya, itu bisa membuat industri lebih baik dan infalsi terkendali," katanya. Selain mengendalikan inflasi, Thomas juga menghimbau kepada pemerintah untuk mengurangi penyelundupan dan menekan ekonomi biaya tinggi sehingga produktifitas dapat meningkat. "Ekspor kita naik. Pada 2005 ekspor kita 1,806 miliar dolar AS. Sebelumnya pada 2004 1,412 miliar dolar AS. Ada pertambahan 400 juta dolar AS. Artinya karena pasar dalam negeri loyo, digenjot ekspor. Tetapi itu menunjukkan bahwa produk kita di luar negeri sebenarnya digemari. Cuma kalau produk kita dijual di dalam negeri itu kalah bersaing dari barang dari luar. Artinya ada ekonomi biaya tinggi, ada PPN, ada pajak restoran," katanya. Dia mengatakan untuk meningkatkan industri makanan, pemerintah diharapkan segera merealisasikan penghapusan PPN produk primer, serta memiliki keinginan kuat dari pemerintah untuk mengubah kebijakan industri dan perdagangan bahwa barang yang boleh diekspor haruslah barang jadi dan bukan barang mentah. Pada semester pertama, ungkap Thomas, industri makanan hanya tumbuh sekitar 5-6 tersen, akibat masih terasanya efek kenaikan harga BBM dan masih maraknya penyelundupan makanan. Namun pada semester kedua nanti, dia memprediksikan pertumbuhan industri makanan bisa mencapai 8-9 persen, terutama karena adanya perbaikan pada daya beli masyarakat. "Pada Juli atau Agustus 2006 ini ada gaji ke-13. Kalau tidak salah tambah sekitar Rp19 triliun. Nah dari Rp19 triliun biasanya 55 persen dari belanja masyarakat ke makanan, yang 45 persennya ke non makanan. Nah 55 persen itu kira-kira Rp10 triliun," katanya. Kemudian, tambahnya, Provinsi Jawa Timur juga mengalami panen gula pada tahun ini yang diperkirakan mencapai 1,2 ton. "Harga memang cuma Rp4.800, tapi di pasar ternyata harga jual gula sampai Rp6.000-6.200. Kalau 1,2 juta berarti ada sekitar Rp8 triliun yang masuk ke Jatim," katanya. Hal terakhir, yang diperkirakannya juga akan mempengaruhi perkembangan industri makanan adalah mulai berjalannya proyek-proyek pemerintah pada semester kedua nanti. "Saya juga melihat ada sumbangan pertumbuhan dari produk minuman, tapi jumlahnya tidak besar sekitar 9-10 persen, karena ternyata banyak variasi produk baru. Selain membuat air, ada pula minuman berozon, minuman rasa buah. Itu membuat konsumen menambah konsumsi," katanya.

Copyright © ANTARA 2006