Pontianak (ANTARA News) - Sekitar 5,3 juta hektar atau 57 persen dari 9,3 juta hektar luas kawasan mangrove di Indonesia terkategori rusak karena penggunaan yang ilegal seperti untuk permukiman, tambak, perkebunan, abrasi dan bahan baku kayu bakar. "Meski angka hutan mangrove rusak cukup besar, namun Indonesia terbilang masih lebih baik dibanding negara di kawasan regional karena banyak hutan mangrove yang masih alami seperti di Papua," kata Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian dan Pengembangan (LPP) Mangrove, Ir Nyoto Santoso di Pontianak, Selasa (15/8). Ia menambahkan, eksploitasi mangrove secara legal di Indonesia dikelola dengan cara tebang pilih tanam sehingga eksistensi hutan mangrove sebagai penyokong alam dapat selalu terjaga. "Kawasan mangrove yang dieksploitasi secara legal, luasnya sekitar 400 ribu hektar. Sisanya terkategori ilegal," kata Nyoto. Ia mencontohkan kawasan mangrove di Kalimantan Selatan yang luasnya sekitar 150 ribu hektar, 80 ribu hektar diantaranya sudah lenyap akibat penggunaan secara ilegal seperti tambak dan permukiman. Menurut Nyoto, kerusakan kawasan mangrove yang cukup tinggi terutama disebabkan lemahnya kontrol, koordinasi dan penegakan hukum. "Di Riau, sejak jaman Belanda hingga era tahun 1980-an, kawasan mangrove terjaga dengan aman. Tapi sesudahnya, mangrove menjadi bahan baku seperti kayu bakar, tiang pancang jalan dan bangunan yang tidak terkontrol penggunaannya," kata Nyoto. Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Kalbar, Ir Tri Budiarto menambahkan, kawasan mangrove di Indonesia yang rusak masih berpeluang untuk diperbaiki. "Perbaikan dilakukan dengan melakukan penanaman mangrove di areal-areal yang rusak atau mengalami abrasi cukup tinggi," ujarnya. Untuk wilayah Indonesia yang menghadap Laut Cina Selatan, termasuk Kalbar, luas kawasan mangrove mencapai 1,8 juta hektar. "Di Thailand, China dan Kamboja, luas kawasan mangrove yang menghadap Laut Cina Selatan sekitar 200 ribu hektar. Kalbar masih lebih baik," ujarnya. Seminar Internasional Mangrove Tri Budiarto mengatakan, untuk mendukung konservasi kawasan mangrove, tujuh negara yang tergabung dalam ASEAN ditambah China akan mengadakan seminar internasional. "Seminar itu mengangkat tema mengenai pemulihan degradasi lingkungan Laut Cina Selatan dan Teluk Thailand," kata Tri. Pontianak menjadi tuan rumah seminar tersebut yang dijadwalkan berlangsung mulai 4-8 September mendatang. Materi akan disajikan oleh wakil masing-masing negara peserta yang didukung oleh United Nations Environmental Programme (UNEP). Luas kawasan mangrove di Kalbar sekitar 500 ribu hektar yang terbentang di pesisir barat Kalimantan. (*)

Copyright © ANTARA 2006