Perlu kajian mendalam, contohnya jika ada kasus seseorang sakit parah dan salah satu obat yang harus dia konsumsi belum bersertifikasi halal sementara dalam keadaan darurat harus segera dikonsumsi maka dikhawatirkan bisa menimbulkan persoalan baru,"
Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Hasbullah Thabrany menilai sertifikasi halal pada obat perlu kajian yang sangat mendalam mengingat fungsinya yang terkadang harus dikonsumsi dalam keadaan darurat.

"Perlu kajian mendalam, contohnya jika ada kasus seseorang sakit parah dan salah satu obat yang harus dia konsumsi belum bersertifikasi halal sementara dalam keadaan darurat harus segera dikonsumsi maka dikhawatirkan bisa menimbulkan persoalan baru," kata Hasbullah Thabrany melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa.

Dia menambahkan, karena obat merupakan produk yang dikonsumsi dalam keadaan darurat sehingga sedikit memiliki perbedaan dengan makanan atau minuman yang dikonsumsi sehari-hari maka sertifikasi halal pada obat perlu dikaji mendalam.

"Obat termasuk vaksin bersifat strategis yang dibutuhkan untuk menyelamatkan jiwa manusia, hanya dikonsumsi dalam keadaan darurat oleh mereka yang terpaksa, dan tidak dikonsumsi dalam jumlah berlebihan sehingga bisa memenuhi syarat untuk tidak diharamkan," katanya.

Dia menambahkan, saat ini hampir 95 persen bahan baku obat merupakan impor. Ini juga menimbulkan persoalan baru, industri tentu harus memeriksa bahan baku itu langsung misal ke Amerika Serikat atau Eropa.

"Saya tidak tahu bagaimana memeriksanya kalau bahannya diperiksa ke negara asal, jelas sangat merepotkan," ujarnya.

Sementara itu, anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Muhammad Baghowi mengatakan, khusus untuk produk obat, penetapan halal kemungkinan besar bukan bersifat mandatory alias wajib.

Menurut dia, salah satu kendala dalam RUU itu yang masih mengganjal terkait dengan pembentukan lembaga siapa yang berhak menentukan halal tidak suatu produk.

Versi pemerintah sendiri, menurut Baghowi, akan ditunjuk sebuah lembaga atau kampus yang diberi kewenangan melakukan sertifikasi untuk menguji halal atau tidak sebelum disampaikan ke MUI.

Sementara itu, kajian akademis RUU jaminan produk halal (JPH) tegas disebutkan bahwa masalah kehalalan obat dan vaksin harus ditangani secara serius dan sangat hati-hati dengan mempertimbangkan seluruh faktor yang ada karena bersifat strategis.

Disebutkan dalam kajian akademis RUU JPH, obat dan vaksin berbeda dari produk konsumsi lain. Pertama, dengan alasan hanya dikonsumsi dalam keadaan darurat.

Kedua, konsumen sebenarnya tak menginginkannya mereka terpaksa, dan yang ketiga dikonsumsi secara tidak berlebihan.
(W004/Z002)

Pewarta: Wuryanti Puspitasari
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013