Pontianak (ANTARA News) - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) mengungkapkan, sejumlah investor asing menyatakan ketertarikannya untuk bekerjasama dengan Batan dalam mengelola tambang Uranium di Desa Kallan, Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat. "Pihak asing dari negara-negara sekitar Indonesia dan negara maju sudah ada yang menjajaki untuk bekerjasama dengan Batan dalam mengelola tambang Uranium di Melawi," kata Deputi Bidang Pengembangan Teknologi Dasar Bahan Nuklir dan Rekayasa Batan, Karyono HS di Pontianak, Jumat. Namun, lanjutnya, realisasi kerjasama tersebut masih sulit dilakukan karena belum ada aturan yang mendukung mengingat Uranium merupakan salah satu energi primer yang semakin strategis. "Ada aturan yang melarang modal asing untuk berinvestasi di bidang Uranium. Meski masa berlaku aturan tersebut sudah berakhir pada 2003, tapi sampai sekarang belum ada aturan lanjutan sehingga kita tidak berani mendahului," kata Karyono. Menurut dia, investor asing memungkinkan untuk bekerjasama dengan Batan dalam mengelola tambang Uranium di Indonesia karena pengelolaan itu membutuhkan biaya besar sedangkan anggaran pemerintah masih amat terbatas. Ia menambahkan, mengingat keterbatasan pemerintah, salah satu cara agar nuklir dapat menjadi sumber energi primer Indonesia pada masa depan, dengan melibatkan pihak swasta. "Uranium ada di berbagai wilayah di Indonesia, tapi untuk saat ini, Uranium di Kallan merupakan yang terbaik," katanya. Harga yang terus naik tinggi dalam beberapa bulan terakhir membuat swasta mulai tertarik untuk ikut menanamkan modalnya dalam pengelolaan tambang Uranium. Harga jual Uranium alam pada April 2005 berkisar di angka 15 dolar AS per kilogram, sekarang sudah menjadi sekitar 95 dolar AS. Ia mengakui, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi pengembangan teknologi nuklir di Indonesia untuk bangkit dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan ditunjang aturan dari pemerintah. Berdasarkan hasil penelitian Batan, cadangan terukur sebanyak 900 ton atau setara 700 ton Uranium metal (U235). Sedangkan cadangan spekulatif, terbukti hingga terukur sebanyak 24.112 ton Uranium (U3U8). Anggota Komisi VII DPR RI yang membidangi energi, Tjatur Sapto Edy menambahkan, sejumlah negara yang memulai pengembangan teknologi nuklir bersamaan dengan Indonesia seperti Korea Selatan, hampir 30 persen energi listriknya kini telah menggunakan nuklir. Mengenai kemungkinan pihak swasta ikut berinvestasi pada pengelolaan tambang Uranium, ia mengatakan, hal itu merupakan sesuatu yang baru sedangkan banyak peraturan di Indonesia yang tumpang tindih. "Peraturan Pemerintah untuk ketenaganukliran sesuai amanat UU No 10 tahun 1997 banyak yang belum diselesaikan. Misalnya mengenai pembentukan Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir sampai sekarang belum ada," ujar politisi dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut. Saat ini, lanjutnya, Komisi VII tengah membahas UU mengenai Energi, UU Mineral dan Batu Bara serta UU Sumber Daya Alam untuk mengatasi masalah energi di Indonesia.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006