Kalau tertangkap tangan sedang menerima uang, ini kan bukan untuk kepentingan bangsa dan negara."
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi III DPR Martin Hutabarat berpendapat bahwa dengan maraknya pelanggaran hukum oleh aparat penegak hukum maka sanksi untuk kasus pelanggaran oleh para aparat penegak hukum harus lebih berat.

"Saya kira hukuman bagi aparat penegak hukum yang melanggar hukum harus lebih berat karena seharusnya aparat itu menjadi contoh yang baik bagi proses penegakan hukum, bukan malah menjadi contoh yang buruk bagi masyarakat," kata Martin saat ditemui di Gedung Nusantara II DPR di Jakarta, Kamis.

Menurut Martin Hutabarat, kejadian penangkapan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar dalam kasus dugaan gratifikasi merupakan suatu tamparan bagi "wajah" penegakan hukum di Indonesia.

"Kejadian ini membalikkan citra bahwa para hakim MK itu adalah `orang yang sudah tidak bermasalah dengan dirinya`. Artinya, beberapa dari mereka (hakim MK) kemungkinan masih bermasalah karena harus mendapatkan uang dari putusannya atau mendapatkan nama baik dari putusannya," ujarnya.

Menurut dia, para hakim MK yang bermasalah itu adalah hakim yang masih lebih mengutamakan untuk mendapatkan keuntungan pribadi, seperti uang, jabatan, "nama", dalam membuat putusan di MK.

"Kalau hakim yang sudah tidak bermasalah akan berpikir putusan yang saya buat ini untuk kepentingan bangsa dan negara. Kalau tertangkap tangan sedang menerima uang, ini kan bukan untuk kepentingan bangsa dan negara," ucap Martin.

Oleh karena itu, kata dia, semua pihak harus memberi kesempatan kepada KPK dan mendukung lembaga antikorupsi itu untuk mendalami dan menyelesaikan kasus dugaan gratifikasi Ketua MK tersebut.

Ia menambahkan, KPK pun harus mengawasi dan bertindak tegas terhadap adanya transaksi mencurigakan dan "kerja sama" antara anggota-anggota lembaga negara, baik DPR, Mahkamah Agung (MA), maupun Mahkamah Konstitusi.

"Jadi, mari kita dukung KPK agar pelaksanaan pemberantasan korupsi di Indonesia dapat berjalan dengan efektif," kata Martin.

Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2013