Pemimpin Pesantren Islam Al Zaitun Panji Gumilang pandai menjawab pertanyaan bagaimana muslim merespons globalisasi, yaitu dengan merangkul globalisasi dengan cinta dan harapan,"
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama LKBN Antara Saiful Hadi mengatakan muslim moderat di Indonesia merangkul globalisasi dengan cinta dan harapan, berbeda dengan kalangan radikal yang menggunakan kebencian dan bom.

"Pemimpin Pesantren Islam Al Zaitun Panji Gumilang pandai menjawab pertanyaan bagaimana muslim merespons globalisasi, yaitu dengan merangkul globalisasi dengan cinta dan harapan," kata Saiful Hadi dalam diskusi dengan The Frankfurters Press Club di Frankfurt Jerman, kemarin (23/9).

Menurut dia, ada stigma negatif terhadap pesantren setelah serangan bom di Bali dan JW Marriot. Hal itu disebabkan pelaku bom bunuh diri merupakan alumni pesantren Al Mukmin Ngruki Solo yang di pimpin Abu Bakar Ba`asyir.

"Kelompok radikal merupakan bagian kecil, dan merepresentasikan kelompok minoritas. Mereka tidak mencerminkan muslim moderat di Indonesia," kata Saiful mengutip pernyataan Panji Gumilang.

Ia mengatakan, "Bisa saja pesantren moderat dan radikal memiliki tampilan yang sama. Namun, dalam pembelajaran dan nilai-nilai moral yang disampaikannya sangat berbeda."

Saiful menekankan bahwa globalisasi diartikan sebagai pasar bebas yang melibatkan setiap negara, khususnya dalam perdagangan. Selain itu, juga dimaknai sebagai bentuk amerikasisasi dalam skala global seperti simbol-simbol MTV, Mickety Mouse, dan Big Macs.

Saiful mengutip pernyataan cendikiawan Islam Lily Zakiah Munir bahwa pesantren moderat mengajarkan tiga level dari persaudaraan muslim yang dibutuhkan dalam membangun perdamaian.

Hal itu menurut dia, persaudaraan sesama muslim atau ukhuwah islamiah, persaudaraan dengan masyuarakan dalam satu negara atau ukhuwah wathaniyah, dan persaudaraan dengan semua manusia atau ukhuwah basyariyah.

"Islam merupakan agama damai, bukan agama teror," ujar Saiful mengutip pernyataan Munir.

Oleh karena itu, dia menilai tipe Islam radikal tidak mencerminkan keberadaan agama tersebut di Indonesia yang sangat terkenal dengan toleransi, pluralisme, dan mengadaptasi kebudayaan dari luar dan lokal.
(I028/D007)

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013