Bandung (ANTARA News) - Ketua Koperasi Perajin Tahu Tempe (Kopti) Jawa Barat Asep Nurdin menyatakan aksi protes atau demontrasi pengrajin tahu/tempe dengan tidak berproduksi jangan ditanggapi negatif.

"Aksi yang dilakukan teman-teman perajin tahu tempe jangan ditanggapi negatif karena itu untuk kelangsungan kedepan. Lha memang karena harga kedelai yang melambung sangat menyulitkan produsen tahu, selain itu sulit mendapatkan kedelai yang murah," kata Asep Nurdin di Bandung, Selasa.

Menurut Nurdin, kenaikan harga kedelai saat ini memberatkan perajin karena mendorong kenaikan harga dan biaya lainnya. Kenaikan itu berdampak pada kenaikan harga di pasar yang memberatkan pada saat daya beli masyarakat sedang turun.

Sejumlah pedagang tahu/tempe di Cigereleng Kota Bandung sempat melakukan sweeping ke pedagang tahu-tempe agar tidak berjualan. Hal itu dilakukan sebagai bentuk aksi solidaritas.

"Bukan sweeping tapi mengingatkan teman-teman, agar kompak dan tidak untung sendiri. Karena toh hasil perjuangan demo untuk menurunkan harga kedelai kan bisa dinikmati bersama," kata Nurdin.

Ia menyebutkan, harga kedelai impor bahan baku tahu/tempe saat ini berkisar Rp9.500 per kilogram. Sedangkan idealnya adalah Rp7.000 per kilogram, sehingga hal itu cukup memberatkan bagi produsen tahu tempe.

"Kita sudah menaikan harga beberapa waktu lalu, masa kita harus menaikan harga tahu dan tempe lagi di pasaran. Apa kata masyarakat nantinya. Sekarang kecelai Rp9.500 per kilogram, besok tidak menutup kemungkinan menembus Rp10 ribu per kilogram," katanya.

Terkait pasokan kedelai dari Bulog, kata Asep Nurdin masih belum ada pasalnya izinnya baru keluar pada Mei 2012 lalu.

"Paling kedelai impor Bulog baru tiba dua bulan ke depan baru bisa kami peroleh. Saat inipun kedelai di importir ada sekitar 350 ribu ton namun harganya masih tinggi, idealnya memang yang itu dulu diserap oleh pemerintah untuk kemudian disubsidi untuk membantu pengrajin tahu/tempe mendapatkan bahan baku," kata dia.

Asep Nurdin menyebutkan, di Jawa Barat saat ini terdapat sekitar 10 ribu perajin tahu dan tempe. Namun dalam kondisi krisis harga kedele saat ini sekitar 20 persennya tidak beroperasi.

"Yah sekitar 2.000 hingga 2.500 perajin tehu/tempe saat ini berhenti operasi, terutama yang beromset kecil. Mereka kesulitan mendapatkan kedelai berharga murah," katanya.

Ia menyebutkan krisis harga kedelai akibat penurunan nilai rupiah terhadap dollar AS kerap terjadi sehingga harus diantisipasi oleh pemerintah.

"Kondisi ini berulang, sehingga kedepan perlu ada kesunggugan dalam swasembada kedelai tentunya dengan peningkatan kualitasnya," kata Ketua Kopti Jabar itu menambahkan.

Pewarta: Syarif Abdullah
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013