Tersangkanya saja belum pernah diperiksa, bagaimana bisa disebut kadaluarsa?"
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Muda Pidana Umum Mahkamah Agung Artidjo Alkostar menilai tidak ada kedaluarsa dalam kasus terbunuhnya wartawan Bernas Fuad Muhammad Syafrudin atau Udin.

"Kasus pembunuhan Udin tidak kedaluarsa karena tersangka pembunuhnya belum pernah diadili," kata Artidjo dalam diskusi publik Upaya Mengungkap Misteri Pembunuhan Udin Melalui Mekanisme Pengadilan di Jakarta, Kamis.

Pernyataan itu terkait dengan kasus Udin yang terancam kedaluarsa setelah berusia 18 tahun atau jatuh pada 16 Agustus 2014 mendatang.

Menurut dia kedaluarsa bukan dalam kasusnya, namun dalam hak menuntut seseorang ke pengadilan dan masa kadaluarsa itu dihitung dari tersangka diperiksa. "Tersangkanya saja belum pernah diperiksa, bagaimana bisa disebut kadaluarsa?" katanya.

Senada dengan Artidjo, Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo mengatakan untuk kasus pelanggaran HAM berat seperti dalam kasus Udin, tidak mengenal kadaluarsa sebagaimana dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Yosep menilai ada banyak kejanggalan dalam pengungkapan kasus ini. Dia melihat polisi saat itu ragu menyelidiki kasus ini yang terlihat dari tempat kejadian perkara (TKP) di rumah Udin tidak langsung diberi police line setelah pembunuhan terjadi dengan alasan stok police line habis.

"Police line baru dipasang 13 hari setelah pembunuhan dan hanya berumur lebih kurang 25 jam, setelah itu dicopot oleh polisi," katanya.

Selain itu di pengadilan, Dwi Sumaji alias Iwik yang sebelumnya mengaku membunuh Udin akhirnya mencabut pengakuan itu. Dia mengaku telah dipaksa menjalankan skenario rekayasa Serma Pol Edy Wuryanto dengan alasan melindungi kepentingan Bupati Bantul yang menjabat saat itu, Sri Roso Sudarmo.

Menurut dia, selama kepolisian masih bersikukuh bahwa pembunuhan Udin tetap berkaitan erat dengan persoalan perselingkuhan antara istri Almarhum Udin dengan Iwik, maka tidak akan pernah ada fakta baru.

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013