Jakarta (ANTARA) - Indonesia memiliki potensi besar, tersebar, dan beragam untuk mendukung ketahanan energi nasional dan pencapaian target bauran energi baru terbarukan (EBT).

Pemanfaatan EBT  sebagaimana ditargetkan di dalam kebijakan energi nasional sebesar 23 persen pada 2025. Sementara itu, potensi EBT di Indonesia mencapai 3.687 gigawatt (GW) dari energi surya, hidro, bioenergi, bayu, panas bumi, dan laut.

Pemerintah mempunyai target bisa menurunkan emisi pada 2030 sebesar 358 juta ton CO2. Sedangkan untuk jangka panjang menargetkan bisa menuju nol emisi karbon (NZE) di tahun 2060 dengan upaya sendiri, bahkan bisa lebih cepat dengan dukungan internasional.

Terkait dengan peta jalan NZE sektor energi, pengurangan emisi  gas rumah kaca (GRK) sektor energi diproyeksikan sebesar 93 persen dari business as usual (BaU) melalui optimalisasi suplai energi EBT dan demand dengan menerapkan efisiensi energi. Adapun, sisa emisi yang dihasilkan sebesar 192 juta ton CO2e pada 2060.

Moratorium PLTU dan pensiun dini PLTU yang sudah ada merupakan salah satu dari strategi mencapai NZE 2060. Beberapa strategi lainnya, yakni elektrifikasi (kendaraan listrik, kompor induksi, elektrifikasi pertanian, dan lain-lain), pengembangan EBT, penerapan teknologi carbon capture storage/carbon capture utilization and storage (CCS/CCUS) serta penerapan efisiensi energi.

Program B35 hingga bursa karbon

Salah satu upaya mewujudkan energi bersih, pada awal 2023 atau tepatnya Februari 2023, pemerintah resmi meluncurkan program bahan bakar nabati jenis biodiesel dengan persentase sebesar 35 persen (B35).

Program B35 merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah untuk mengatasi krisis iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) secara signifikan, yaitu percepatan energi yang inklusif, bersih, berkelanjutan dan mendorong investasi untuk mencapai NZE.

Melalui program B35 tersebut dapat menghemat devisa sekitar Rp161,25 triliun, peningkatan nilai tambah (CPO menjadi biodiesel) sekitar Rp16,76 triliun, dan juga mengurangi emisi GRK sebesar 34,9 juta ton CO2.

Per 12 Desember 2023, realisasi distribusi B35 mencapai 11,34 juta kiloliter (KL) atau 86 persen dari target penyaluran di 2023 sebesar 12,99 juta KL. Volume B35 sebesar 11,34 juta KL tersebut didistribusikan ke 70 terminal bahan bakar minyak (TBBM). Sedangkan B35 yang telah diekspor hingga November 2023 sebesar 144.000 KL.

Upaya selanjutnya, yakni melalui program konversi sepeda motor konvensional berbahan bakar fosil menjadi sepeda motor listrik yang diluncurkan pada April 2023. Pelaksanaan konversi sepeda motor merupakan salah satu bentuk pelaksanaan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2020.

Untuk mempercepat terwujudnya ekosistem kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBBLB), pemerintah juga telah mengeluarkan dua model insentif, yakni insentif untuk pembelian kendaraan listrik yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2023.

Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2023, disebut target penerima bantuan pemerintah pada 2023 adalah sebanyak 50.000 unit dan tahun depan 150.000 unit dengan besaran bantuan yang diberikan Rp7.000.000 per unit untuk motor konversi.

Selain itu, Kementerian ESDM menyatakan program konversi akan memberikan dampak positif pada peningkatan konsumsi listrik sebesar 15 GWh, penurunan emisi sebesar 30.000 ton dan pengurangan impor BBM sebesar 20.000 kiloliter yang secara langsung menghemat devisa negara sebesar 10 juta dolar AS.

Latar belakang program tersebut merupakan komitmen pemerintah untuk menurunkan 31,8 persen emisi gas rumah kaca pada 2030 mendatang, mengurangi impor BBM dan kompensasi oleh pemerintah, serta penghematan biaya bahan bakar bagi masyarakat.

Untuk mempercepat terwujudnya ekosistem KBBLB, pemerintah juga telah mengeluarkan dua model insentif, yakni insentif untuk pembelian kendaraan listrik yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2023.

Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2023, disebut target penerima bantuan pemerintah pada 2023 ialah sebanyak 50.000 unit dan tahun depan 150.000 unit dengan besaran bantuan yang diberikan Rp7.000.000 per unit untuk motor konversi.

Selain itu, Kementerian ESDM menyatakan program konversi akan memberikan dampak positif pada peningkatan konsumsi listrik sebesar 15 GWh, penurunan emisi sebesar 30.000 ton dan pengurangan impor BBM sebesar 20.000 kiloliter yang secara langsung menghemat devisa negara sebesar 10 juta dolar AS.

Untuk menggenjot upaya konversi sepeda motor listrik tersebut, pemerintah juga berencana menaikkan besaran subsidi dari semula Rp7 juta menjadi Rp10 juta. Namun, besaran subsidi untuk pembelian motor listrik baru tetap Rp7 juta.

Upaya lainnya, Kementerian ESDM pada 22 Februari 2023 meluncurkan perdagangan karbon  pada subsektor pembangkit listrik. Untuk fase pertama di 2023, terdapat 99 PLTU yang menjadi peserta perdagangan karbon dengan total kapasitas 33,5 gigawatt (GW).

Kemudian pada 26 September 2023, Indonesia meluncurkan bursa karbon Indonesia. Proyek yang telah teregistrasi saat ini, yakni PT Pertamina Geothermal Energy Tbk Lahendong Project Uni 5 dan Unit 6 di Sulawesi Utara.

Hasil dari perdagangan tersebut akan direinvestasikan pada upaya menjaga lingkungan khususnya pengurangan emisi karbon karena Indonesia memiliki potensi luar biasa dalam nature-based solution dan menjadi satu-satunya negara yang sekitar 60 persen pemenuhan pengurangan emisi karbonnya berasal dari sektor alam.

Presiden Joko Widodo mengungkapkan ada kurang lebih 13 ton CO2 potensi kredit karbon yang bisa ditangkap dan jika dikalkulasi potensi bursa karbon Indonesia bisa mencapai Rp3.000 triliun atau bahkan lebih.

Bursa karbon merupakan sistem perdagangan karbon yang mencakup jual beli kredit karbon. Bursa karbon dirancang untuk mengatur perdagangan izin emisi karbon serta mencatat kepemilikan unit karbon sesuai mekanisme pasar.

Secara singkat, bursa karbon merupakan sistem perdagangan di mana izin emisi karbon diperjualbelikan dengan tujuan mengurangi emisi GRK.

Satu kredit karbon yang dapat diperdagangkan setara dengan penurunan emisi satu ton karbondioksida. Ketika sebuah kredit karbon digunakan untuk mengurangi, menyimpan, atau menghindari emisi, itu menjadi pengganti dan tidak lagi dapat diperdagangkan.


Dukungan

Dalam mencapai target NZE, pemerintah juga mendapat dukungan dari para pemangku kepentingan seperti dari PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero).

PLN misalnya, mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terapung Cirata, Purwakarta, Jawa Barat, yang disebut-sebut akan mampu mengurangi emisi karbon sebesar 214 ribu ton CO2 per tahun.

PLTS Terapung Cirata yang merupakan PLTS terbesar di Asia Tenggara dan nomor tiga di dunia itu, mampu menyuplai listrik dari sumber EBT yang terpisah dan terisolir menuju pusat kebutuhan listrik di perkotaan.

PLTS Terapung Cirata merupakan proyek strategis nasional (PSN) hasil kolaborasi dua negara yakni Indonesia dan Uni Emirat Arab (UEA), yang melibatkan Subholding PLN Nusantara Power dan Masdar.

Dibangun di atas permukaan air, Waduk Cirata, PLTS seluas 200 hektare ini mampu memproduksi energi hijau berkapasitas 192 megawatt peak (MWp) untuk menyuplai listrik bagi 50 ribu rumah.

Sementara, Pertamina juga menyatakan kesiapan untuk menjadi pemain utama penyimpanan karbon di Indonesia melalui teknologi CCS/CCUS dalam mendukung target NZE tersebut.

Pertamina menyatakan ada 400 gigaton (GT) potensi CCS serta kapasitas bisnis CCS/CCUS yang mencapai 60 juta ton per tahun (MTPA) di Indonesia.

Pertamina saat ini telah memiliki delapan lokasi CCS/CCUS yang pengembangannya dikolaborasikan bersama mitra strategis lainnya.

Terdapat dua lokasi di Sumatera, empat lokasi di Jawa, dan dua di Sulawesi. Pertamina melaporkan saat ini inisiatif CCS/CCUS tengah berada pada fase studi kelaikan yang meliputi teknis bawah permukaan, fasilitas permukaan, dan ekonomi.

Sebagai contoh, Pertamina kini mengembangkan proyek CCUS di Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat yang memiliki potensi penyimpanan karbon 146 ribu ton.

Pertamina juga sedang mengembangkan proyek CCS sebagai platform yang mendukung produksi amonia dan hidrogen rendah karbon.

Karbon dioksida (CO2) dari pembangkit amonia dan kilang nantinya akan dihapus dari pembangkit hidrogen dengan teknologi konsentrasi tinggi, dan unit pembakaran, dengan konsentrasi rendah. Selanjutnya, CO2 akan dikompres dan diangkut ke area di sekitar pembangkit lalu terjadi injeksi CO2 atau proses CCS.

Setelah itu, nantinya akan terbentuk senyawa hidrogen dan amonia sebagai bahan baku rendah karbon. Proses tersebut telah dilakukan di Kutai Basin, Kalimantan Timur.

Rata-rata CO2 dari pembangkit hidrogen di Balikpapan, Kalimantan Timur sebesar 1,4 juta ton per tahun. Sedangkan, kapasitas penyimpanannya sebesar 270 juta ton.

Sementara itu, produksi amonia dilakukan di Pembangkit Amonia Banggai. CO2 dari pembangkit amonia mencapai 1 juta ton per tahun. Sementara kapasitas penyimpanannya mencapai 273 juta ton.

Potensi besar EBT dan juga berbagai program yang telah diluncurkan diharapkan mampu mewujudkan energi bersih di Indonesia.

Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2023