Kalau pengusaha tidak mendukung transisi ke ekonomi hijau dan tetap menggunakan energi fosil, mereka akan kehilangan surplus usaha sangat besar.
Jakarta (ANTARA) - Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut sektor usaha bisa memiliki dampak ke surplus nasional yang lebih tinggi bila bertransisi ke bisnis hijau.

“Dari ekonomi ekstraktif dan kotor, surplus usahanya relatif kecil. Tapi, kalau bergeser ke sektor yang lebih bersih, seperti ekonomi sirkular dan transisi energi, keuntungan bagi pengusaha bisa mencapai Rp1.517 triliun,” kata Bhima saat Launching Policy Brief Greenpeace Indonesia dan CELIOS: Nasib Transisi Ekonomi Hijau di Tahun Politik, di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, peningkatan surplus tersebut disebabkan munculnya berbagai industri baru dari ekonomi sirkular dan transisi energi. Sejumlah sektor yang merasakan dampak signifikan dari transisi ekonomi hijau, di antaranya pertanian, kehutanan, dan perikanan; industri pengolahan; pengadaan listrik dan gas; konstruksi; serta perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor.

Untuk sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan, surplus dapat meningkat dari Rp44,7 triliun dengan struktur ekonomi ekstraktif menjadi Rp127,1 triliun dengan ekonomi hijau.

Industri pengolahan dapat mencetak lonjakan surplus dari Rp132,9 triliun menjadi Rp267,7 triliun, pengadaan listrik dan gas naik dari Rp25,5 triliun menjadi Rp100,2 triliun, kemudian konstruksi naik dari Rp21,1 triliun menjadi Rp142,2 triliun.

Sementara untuk sektor perdagangan besar dan eceran serta reparasi mobil dan sepeda motor, peningkatan yang diasumsikan yakni dari Rp78,7 triliun menjadi Rp159 triliun.

“Jadi, kalau pengusaha tidak mendukung transisi ke ekonomi hijau dan tetap menggunakan energi fosil, mereka akan kehilangan surplus usaha yang sangat besar,” ujar Bhima.

Di tengah tahun politik ini, dia berharap para pelaku usaha dapat mendorong orientasi bisnis yang lebih hijau, sehingga ke depan arah sektor usaha dapat menerapkan standar Enviromental, Social, and Governance (ESG) atau lingkungan, sosial, dan tata kelola yang lebih baik.

Dia juga mendorong perbankan untuk makin masif menyalurkan pembiayaan ke sektor-sektor usaha yang lebih ramah lingkungan.
Baca juga: Kemenkeu: Hilirisasi sumber daya alam dukung ekonomi hijau
Baca juga: Ekonom: Transisi hijau berdampak positif pada serapan tenaga kerja


Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023