Jakarta (ANTARA News) - Ramadhan bisa disebut sebagai "madrasah" ataupun pelatihan super kilat bagi umatnya Muhammad SAW untuk meneladani akhlak Rasulullah, sebagaimana sabdanya, dan aku tidak diutus kecuali untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak etika.

Untuk memperkuat akhlak tersebut, umat Islam - sebagaimana ditekankan oleh Nabi Muhammad SAW dalam khotbah haji wadaa` - diingatkan melalui sabdanya: Aku tinggalkan pada kalian dua hal, sepanjang kalian berpegang teguh pada keduanya kalian tidak akan sesat selamanya, yaitu Kitab Allah (Al-Quran) dan Sunnahku (al-Hadist).

Allah pun berfirman: Telah ada untuk kalian pada Rasulullah SAW contoh tauladan yang baik. Untuk itu, umat Muslim diharapkan dapat menjadi ahli amar ma`ruf nahi munkar. Untuk mencapai itu, perlu tiga syarat, yaitu: Pertama, al-ilmu qoblah (u), sebelumnya harus diketahui dan dikenali dengan jelas masalahnya.

Kedua, al-Hilmu `Indah(u), lapang dana saat pelaksanaannya (karena adanya pro/kontra) dan ketiga, al-shobru ba`dah(u), sabar sesudahnya apa pun hasilnya, untuk melanjutkannya kepada yang lebih baik jika sukses, dan atau mencoba mengulanginya lagi dengan lebih cermat jika ternyata gagal.

Intinya, lulusan "madrasah" ataupun pelatihan super kilat bagi umat Muhammad SAW selama Ramadhan diharapkan berhasil menjadikan insan yang tahan banting, tak kenal lasak, yang rajin dan tak kenal putus asa, mampu dan mau menjadi yang paling baik. Dari antara kalian ialah yang paling berguna bagi orang-orang (sesama manusia).

Untuk itu, memang perlu dicoba, dari waktu ke waktu, di mana pun, oleh siapa pun, apa pun tugas pokok profesi atau pun hobinya agar bisa menjadi yang paling baik dari antara kalian ialah siapa yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya.

Terkait dengan Lailatul-Qodr, atau lailatul qodar, satu malam yang lebih baik daripada 1.000 bulan atau sama dengan 83 tahun empat bulan itu, seorang ulama, Dr. KH. M. Muzammil Basyuni -- ketika berceramah di Masjid Agung At-Tin, bercerita bahwa pada zaman Nabi Muhammad SAW ada seorang sahabat, Jundub alias Abu Dzarrin Al-Ghiffaary bertanya kepada Rasulullah SAW.

Wahai Rasulullah, berapa kitab suci Allah diturunkan. Lantas Rasulullah menjawab: 104, yaitu 50 lembar/shuhuf kepada Nabi Syiits AS (urutan persis setelah Nabi Adam AS); 30 lembar/shuhuf kepada Nabi Khonuukh (Idris) AS; 10 lembar/shuhuf kepada Nabi Ibrahim AS; 10 lembar/shuhuf kepada Nabi Musa AS (sebelum Tauraat); satu Tauraat (kepada Nabi Musa AS); satu Injil (kepada Nabi Isa AS); satu Zabuur (kepada Nabi Daud); damn satu Furqaan atau Qur-aan kepada Nabi Muhammad SAW.

Shuhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadhan, Tauraat pada malam ketujuh Ramadhan, Zabuur pada malam ke-13 Ramadhan, Injil pada malam ke-14/19 Ramadhan, Qur-aan pada malam pertengahan Ramadhan atau ke-25 Ramadhan.

Nuzulul Qur`an

Terkait dengan turunnya Al-Qur`an, yang di Tanah Air lebih dikenal sebagai peristiwa Nuzulul Qur`an, ada dua pendapat mengikut ahli sejarah, termasuk pendapat para ahli hadis, tentang Al-Qur`an yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad saw.

Pendapat pertama menyatakan bahawa Al-Qur`an diturunkan pada malam Isnin tanggal 17 Ramadhan, 13 tahun sebelum hijrah (6 Ogos 610 M). Pendapat kedua pula menyatakan bahawa Al-Qur`an telah diturunkan pada malam Isnin, tanggal 24 Ramadhan (13 Ogos 610 M). Pendapat yang pertama adalah berdasarkan ayat 41 dari Surah Al-Anfaal, manakala pendapat kedua dasarnya adalah ayat 1 Surah Al-Qadr dan ayat 1-4 Surah Ad-Dukhan.

Walaupun tradisi Nuzul Al-Qu`ran telah lazim diperingati pada tanggal 17 Ramadhan, namun sesungguhnya pendapat kedua adalah lebih kuat dan lebih mungkin benarnya. Ini adalah kerana malam Lailatul Qadar yang dipercayai sebagai malam turunnya Al-Qur`an bukanlah terjadi pada tanggal 17 Ramadhan (sumber Al-Azim-com).

Di Indonesia, setiap tanggal 17 Ramadhan, peringatan turunnya Al Qur`an itu diisi ceramah atau pengajian khusus bertemakan Nuzulul Qur`an. Menurut Wikipedia, turunnya Al Qur`an terjadi pada bulan Ramadhan. Dan dilihat daripada 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan turunnya lailatul qadar maka tentunya turunnya Al Qur`an terjadi pada 10 malam terakhir pada bulan Ramadhan dan diikuti pada bulan-bulan selanjutnya.

Dan menurut menurut Musnad Imam Ahmad, turunnya Al-Qur`an pada tanggal 24 Ramadhan, namun masih ada perbedaan pendapat antara ulama. Namun yang paling masyhur adalah tanggal 17 Ramadhan.

Terlepas dari perbedaan itu, yang jelas, Ramadhan memiliki derajat kemuliaan tertinggi di antara bulan-bulan lainnya. Karena itu, satu malam yang lebih baik daripada 1.000 bulan itu, kiranya perlu diisi dengan kegiatan amal salah dengan mengikuti seluruh ajaran Rasulullah.

Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,  Allah Taala berfirman, "Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa. Sesungguhnya amalan puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya. `Shiyam (puasa) adalah sebagai tameng.

Oleh karena itu, bila salah seorang di antara kamu berpuasa, janganlah ia berkata kotor, janganlah berteriak dan jangan (pula) bersikap seperti sikapnya orang-orang jahil. Jika ia dicela atau disakiti orang lain maka katakanlah, Sesungguhnya aka sedang berpuasa (ucapkan: dua kali). Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di genggaman-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah pada hari kiamat (kelak) jauh lebih harum daripada harumnya minyak kasturi.

Di samping itu, orang yang berpuasa akan merasakan dua kebahagiaan. Apabila berbuka, ia merasakan gembira dengan buka puasanya dan apabila berjumpa dengan Rabbnya, ia bergembira dengan puasanya.

Meraih kebaikan

Karena semua keutamaan lailatur qodr itu, sebagian ulama berpendapat bahwa 10 terakhir Ramadhan itu lebih utama dibandingkan 10 hari pertama dzulhijjah.

Nabi Muhmmad SAW pun bila memasuki 10 hari akhir (dari bulan Ramadhan),lebih giat beribadah melebihi hari-hari selainnya.

"Allah merahmati seseorang yang bangun malam kemudian shalat lalu membangunkan isterinya, apabila istrinya menolak, dia akan memercikkan air ke mukanya. Dan Allah merahmati seorang isteri yang bangun malam lalu shalat, kemudian dia membangunkan suaminya, apabila suaminya enggan, maka istrinya akan memercikkan air ke muka suaminya."

10 hari terakhir juga adalah penutup bulan Ramadhan, sementara setiap amalan itu tergantung dengan penutupnya. Sebagaimana dalam hadits Sahl bin Sa`ad radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

Dan sungguh amalan itu ditentukan dengan penutupannya. (HR. Al-Bukhari no. 6117)

Di antara keistimewaan 10 hari ini adalah di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari 1000 bulan atau yang dikenal dengan malam al-qadr.

Pada malam Al-Qur`an diturunkan, ditetapkan takdir untuk setahun berikutnya, dan pada malam itu terdapat banyak pengampunan. Allah Ta`ala berfirman yang artinya, "Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul".(QS. Ad-Dukhan: 3-5)

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata bahwa Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap (pahala dari Allah), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni. Dan siapa yang menegakkan (shalat pada malam) pada lailatul Qadr dengan keimanan dan mengharap (pahala dari Allah), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.  (HR. Al-Bukhari no. 34 dan Muslim no. 1268).

Ibadah yang dianjurkan untuk dilakukan pada 10 hari ini tidak terbatas pada shalat lail saja, akan tetapi mencakup semua jenis ibadah seperti membaca Al-Qur`an, berdzikir, berdoa, bersedekah, dan selainnya. Termasuk juga ibadah yang menyangkut kesolehan sosial, lebih peduli kepada orang tidak mampu dan menghindari perbuatan tercela.

Tentu saja pelatihan selama Ramadhan diharapkan bisa melekat di hati, menjadi inspirasi bagi anak bangsa. Dapat menjadi pegangan bagi pemimpin. Terlebih jika mengingat pesan Rasulullah, aku tidak diutus kecuali untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak etika. Tentu saja kemuliaan ahlak ke depan dapat mewarnai kehidupan bangsa Indonesia. Pemimpin menjadi teladan bagi rakyatnya. Kata dan perbuatan diharapkan bisa sejalan. Tentu, rakyat memperoleh keadilan dan disejahterakan, bukan jadi melarat. 

(e001/a011)

Pewarta: Edy Supriatna Sjafei
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013