Jakarta (ANTARA News) - Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri menahan, Fittarsa, sales manager PT Glaxo, produsen obat actifed dan sudafed dalam kasus penyeludupan kedua jenis obat itu ke Australia. Penahanan Fittarsa ini merupakan tindak lanjut penyidikan Polri terkait penyeludupan dua juta tablet Actifed dan Sudafed ke Australia senilai Rp2,4 triliun, kata Direktur Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Pol Indradi Thanos kepada wartawan di Jakarta, Rabu. "Fittarsa ditetapkan sebagai tersangka Minggu lalu, karena memalsukan tanda tangan faktur pengiriman obat tersebut ke Australia," kata Indradi. Meski sudah menahan Fittarsa, menurut Indradi, berkas kasus tersebut belum dlimpahkan ke pengadilan karena masih mengumpulkan dokumen dan barang bukti obat tersebut yang berada di Australia. "Jaksa meminta 10 persen dari barang bukti yang masih berada di Australia untuk dihadirkan ke pengadilan," jelasnya. Kasus ini bermula dari terbongkarnya penyeludupan kedua obat itu oleh kepolisian Australia. Pihak kepolisian negara tetangga ini lalu mengirimkan data penyelundupan ke Polri karena diduga ada orang Indonesia yang terlibat. Kepolisian Australia sendiri telah menangkap empat tersangka yang memesan obat tersebut, yakni Jun Zhang, Simon Phillip Champbell, Belinda Mary Champbell, dan seorang WNI Judha Suryadharma. Dalam actifet dan sudafet terkandung pseudoephedrine, zat yang merupakan prekursor (bahan baku) pil ekstasi dan sabu. Dalam 100 miligram tablet tersebut terkandung 60 miligram pseudoephedrine. Polri lalu menangkap dua WNI yang terlibat dalam penyeludupan tablet obat itu. Mereka ditangkap di Bandara Sukarno-Hatta, Cengkareng, 19 dan 20 Juni 2006. Mereka yang ditangkap adalah Samuel Rantesalu dan Peter Ka Tkien Jong. Samuel dan Peter mengaku membeli obat tersebut dari pabriknya PT Glaxo (produsen obat itu) di Surabaya. Dari keterangan itu, Polri menangkap Fittrasa dengan tuduhan pemalsuan dokumen. Obat tersebut diselundupkan ke Austalia atas permintaan Belinda Mary Champbell dengan cara memasukkannya ke dalam kontainer meubel. Para tersangka mengaku mulai menyeludupkan obat pada 2005 dan selama ini telah menyelundupkan empat juta tablet atau setara dengan Rp6 triliun, namun baru ketahuan pertengahan 2006 ini.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006