Djakarta, 9/5/1951 (ANTARA) - "Aneta" sukar ditelan oleh rakjat Indonesia, kata Ketua Seksi Penerangan Parlemen.

Ketua Seksi Penerangan Parlemen Sjamsuddin Sutan Makmur dalam suatu pertjakapan dengan koresponden "Abadi" (dimuat Abadi tg. 9/5) menerangkan, bahwa di Indonesia harus ada satu persbiro sadja, jang direksi, administrasi dan redaksi (pemberitaannja) dipimpin oleh orang2 Indonesia. Sekalipun kantor-berita itu menjiarkan semata-mata berita jang objektip, bebas dari segala pengaruh, partai atau golongan apapun djuga, akan tetapi kantor-berita ini harus mempunjai dasar pendirian, jaitu tidak menjiarkan berita2 jang merugikan negara dan menghalang usaha perkembangan bangsa Indonesia disegala lapangan di zaman pembangunan ini.

Sjarat seperti ini hanya dapat dipenuhi, djika segala bagian daripada kantor berita itu dipimpin oleh orang2 Indonesia. Sebab itu, kurang benar, djika pimpinan kantor-berita seperti jang saja maksudkan itu ditjampuri oleh tenaga2 asing, jang daripada mereka sudah tentu tak dapat diharapkan adanya "djiwa dan semangat nasional" pada mereka, sebagai jang kita sendiri rasakan.

Selanjutnja hendaklah kantor-beritaa itu menjadi milik surat2 kabar, bukan kepunjaan orang2 (aandeelhouders), jang mendjadikan kantor-berita itu sebagai perusahaan untuk mentjari keuntungan diri sendiri, seperti halnja kantor-berita "Aneta" dizaman Berrety. Bentuk jajasan lebih pada tempatnja dan anggotanja terdiri dari surat2 kabar. Pertanjaan sekarang, bagaimana halnja dengan surat2 kabar asing, bolehkah mendjadi anggta jajasan dan apakah mereka tidak mendesak kedudukan surat2 kabar nasional jang mendjadi anggota jajasan itu? Bangsa kita masih mengalami "zaman peralihan", artinja, hapusnja sisa2 masjarakat djadjahan masih meminta waktu. Mau tak mau, adanja surat2 kabar asing untuk sementara haruslah diterima sebagai suatu kenjataan. Peraturan jajasan itu haruslah disusun sedemikian rupa, sehingga kedudukan surat2 kabar Indonesia tidak boleh mempengaruhi jajasan, sehingga merugikan atau membahajakan anggota2nja jang lain, jaitu surat2 kabar Indonesia.

"Aneta" susah "ditelan" rakjat Indonesia.

Mengenai nama bagi persbiro di Indonesia itu menurut Sutan Makmur sebaiknja dipergunakan nama "Antara" karena nama "Aneta" sukar ditelan oleh rakjat dan mengingatkan rakjat kepada zaman kolonial jang lampau, walaupun sekarang ini kantor berita itu sudah menambahkan nama2 Persbiro Indonesia dimukanja, sedang nama "Antara" sangat melekat sebagai "kuku dan daging" dengan perdjuangan kemerdekaan nasional kita.

Sebab itu, baiklah diambil nama "Antara"; demikian sdr.Sj.Sutan Makmur.

Sumber: Pusat Data dan Layanan Informasi ANTARA

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2023