Jakarta (ANTARA News) - Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hamid Awaluddin batal memberikan keterangan sebagai saksi dalam persidangan kasus korupsi dengan terdakwa Daan Dimara. Menurut surat pemberitahuan yang dikirimkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi, Hamid Awaluddin tak dapat hadir dalam persidangan karena Hamid dijadwalkan rapat dengan Komisi III DPR. "Dalam surat yang saya terima, disebutkan Pak Hamid tidak dapat hadir karena pada pukul 09.00 WIB ada rapat tentang RUU Perlindungan saksi dengan DPR," kata JPU Tumpak Simanjuntak di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Selasa. Dijelaskannya surat tersebut diterima pada Jumat (14/7), meski menyatakan tidak dapat hadir pada persidangan Daan Dimara yang dimulai pada pukul 09.45 WIB, Hamid yang kini menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM menyatakan akan hadir dalam persidangan kasus yang sama dengan terdakwa Untung Sastrawijaya yang akan dimulai pada pukul 13.00 WIB. "Mengenai panggilan untuk Hamid Awaluddin selanjutnya agar dapat menjadi saksi dalam persidangan Daan Dimara akan kita lihat nanti," ujar Tumpak. Persidangan kasus korupsi pengadaan segel surat suara Pemilu 2004 dengan terdakwa Daan Dimara yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Gusrizal akan mendengarkan keterangan saksi Ketua KPU Nazaruddin Sjamsuddin, Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin dan Wakil Sekjen KPU Sussongko Suhardjo. Daan Dimara didakwa memperkaya rekanan pengadaan segel surat suara pemilu 2004 senilai Rp3,54 miliar. Jaksa Penuntut Umum menilai hal tersebut terjadi karena terdakwa selaku ketua pengadaan segel surat suara melakukan penunjukan langsung yang tidak sesuai prosedur. Daan didakwa melanggar hukum sesuai Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 (1) huruf b, ayat (2) dan ayat (3) UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP pada dakwaan pertama primair. Daan juga didakwa menerima uang 110 ribu dolar AS dari Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin. Uang tersebut berasal dari rekanan KPU termasuk PT Royal Standard. Untuk itu, ia didakwa melanggar hukum sesuai Pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. (*)

Copyright © ANTARA 2006