Jakarta (ANTARA News) - Mantan Kepala Bidang Ekonomi di Konsul Jenderal RI di Penang Noro Adi Sasmito mengaku menerima sejumlah uang dari terdakwa kasus korupsi di Konjen RI Penang Khusnul Yakin Payapo. Sejumlah uang yang diterima oleh Noro tersebut terjadi saat ia menjadi pejabat sementara Konsul Jenderal RI di Penang selama tujuh bulan sejak Juli 2003 hingga Januari 2004. "Saya sama sekali tidak pernah meminta uang tersebut. Terdakwa hanya memberikan begitu saja dan mengatakan `ini ada rejeki`," kata Noro Adi Sasmito saat menjadi saksi dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Senin. Diakuinya rata-rata satu bulan satu kali ia menerima antara 500 hingga 1.000 ringgit terkadang mencapai 1.200 ringgit Malaysia. Ketika salah satu anggota majelis hakim Slamet Subagyo mempertanyakan asal uang yang diterima oleh saksi, Noro menyatakan ia tidak mengetahui dan menyangka uang itu hanyalah uang terima kasih dari sejumlah biro perjalanan yang merasa terbantu dalam pengurusan visa atau paspor. "Saya hanya mengetahui yang umum-umum saja. Tidak pernah mencampuri urusan bidang lain, kecuali dalam laporan memang ada hal-hal tertentu yang memerlukan penyelesaian bersama," ungkapnya. Ia menambahkan secara keseluruhan selama tujuh bulan menjadi pejabat sementara Konsul Jenderal RI di Penang menerima sebesar 7.750 ringgit Malaysia atau setara dengan Rp19 juta. "Uang itu digunakan untuk menjamu tamu-tamu yang datang, tapi bukan tamu negara karena mereka sudah ada uang perjalanannya," tambah Noro. Noro yang kini sudah pensiun sebagai pegawai Departemen Luar Negeri itu tetap menyangkal mengetahui adanya praktek pemungutan biaya pengurusan paspor, visa dan lain-lainnya yang bertentangan dengan peraturan. Menanggapi keterangan saksi tersebut, terdakwa membantah bahwa Noro hanya menerima 7.750 ringgit Malaysia. "Saya memberi setiap bulannya 3.000 ringgit, saya keberatan dengan keterangan saksi," tutur Khusnul Yakin. Selain mendengarkan keterangan Noro, majelis hakim yang diketuai oleh Mansyurdin Chaniago juga mendengarkan keterangan Sulastriningsih, pegawai Deplu yang saat kasus tersebut terjadi menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Transfer Anggaran dan PNBP Deaprtemen Luar Negeri. Dalam kesaksiannya Sulastriningsih menceritakan proses penerimaan pemasukan negara yang berasal dari pengurusan visa dan paspor dari seluruh perwakilan RI di Luar Negeri termasuk Konjen RI di Penang. Majelis hakim akan melanjutkan persidangan pada Senin (24/7) pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi. Mantan Kepala Sub Bidang Imigrsi KJRI Penang, M.Kusnul Yakin Payapo, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi diancam hukuman seumur hidup terkait dengan penyimpangan pengurusan paspor di KJRI Penang, Malaysia. Terdakwa, yang kini menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Humas Ditjen Imigrasi, itu didakwa telah menaikkan tarif pengurusan dokumen keimigrasian sehingga menimbulkan kerugian negara senilai 5,3 juta Ringgit Malaysia atau setara dengan Rp12 miliar. Dalam surat dakwaannya, JPU memaparkan bahwa pada Januari 2003, Kusnul meminta stafnya, Hendriarto Wongso, untuk menempelkan pengumuman yang isinya mencantumkan tarif pengurusan dokumen keimigrasian yang lebih tinggi dari tarif seharusnya, pengumuman itu ditempel di loket pengurusan paspor. Untuk paspor perorangan yang seharusnya hanya berkisar antara 90 dan 100 Ringgit, terdakwa menaikkannya menjadi 140 Ringgit. Sementara, untuk paspor keluarga yang seharusnya 210 Ringgit dinaikkan menjadi 220 Ringgit. "Terdakwa juga menerapkan sistem percepatan pembuatan paspor dengan mengenakan biaya 250 Ringgit hingga 260 Ringgit," kata Wisnu Baroto. Demikian pula saat Konjen RI di Penang dijabat oleh Erick Hikmat Setiawan pada Februari 2004, terdakwa telah menerapkan dua tarif yang berbeda untuk pengurusan dokumen tersebut yang kemudian Erick menyetujuinya. Selama 2005, dari hasil menaikkan tarif tersebut, terdakwa berhasil mengumpulkan uang sebanyak 924.125 dolar AS, sedangkan Erick sendiri menerima 2.000 dolar AS setiap bulannya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006