yang paling saya takutkan adalah dampak terhadap dapur dan harga-harga sembako"
Jakarta (ANTARA News) - Bagi sejumlah kalangan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, dianggap bukan hal yang terlalu dikhawatirkan.

Di antara yang berpandangan ini adalah para sopir angkutan umum, setidaknya beberapa sopir yang mengutarakan pendapatnya kepada ANTARA News seharian tadi.

Bahkan ada kesan mereka santai-santai saja.

"Kami tidak terlalu cemas dengan kenaikan ini karena keadaan pasti akan stabil lagi dalam waktu dekat. Yang sudah-sudah hanya dalam waktu satu atau dua bulan semua akan kembali normal," kata Ahmad Basuni, sopir taksi yang mengaku sudah 15 tahun menjalani profesi ini.

Alih-alih mencemaskan kenaikan harga BBM, yang justru paling mencemaskan Ahmad Basuni adalah dampak kenaikan harga BBM terhadap harga sembako.

"Kalau efek langsung terhadap menurunnya penumpang sih sepertinya tidak begitu terasa, tapi yang paling saya takutkan adalah dampak terhadap dapur dan harga-harga sembako," kata dia.

Bapak lima anak yang harus pulang pergi Bogor-Jakarta setiap hari ini mengkhawatirkan biaya sekolah anak-anaknya naik, akibat kenaikan harga BBM.

Biaya itu termasuk ongkos transportasi, bahkan uang jajan, dan jelas semua ini membuatnya harus lebih keras bekerja.

"Anak saya masih kecil-kecil, yang paling besar masih SMP kelas dua, sisanya masih SD dan yang paling kecil belum ada setahun," terangnya.

Sopir taksi paruh waktu ini mengaku setiap hari harus menyetor Rp228 ribu kepada pemilik taksi.

"Beban setoran dibagi dua dengan teman saya yang berbagi sewa taksi ini, jadi saya narik siang, dia malam," kata Basuni.

Beban setoran itu belum termasuk kompensasi untuk bensin sebesar Rp50 ribu hingga Rp60 ribu setiap hari yang harus ditanggung Basuni.

"Kalau BBM jadi naik, biaya bensin pasti naik lagi, saya perkirakan jadi Rp90 ribu sehari. Karena kami tidak bisa mengakali tarif, jadi antisipasinya kalau nanti saya kesulitan keuangan ya pinjam ke pool," papar dia.

Suara sama diutarakan Slamet Budi.

Sopir Kopaja P12 jurusan Kalideres-Senen ini yakin kenaikan harga BBM tidak akan menekan jumlah penumpang Kopaja.

"Kalau yang sudah-sudah sih tidak ada pengaruhnya dengan jumlah penumpang, tapi dengan catatan kita tidak menaikkan tarif lebih dari Rp1.000.  Kalau lebih dari itu pasti penumpang akan lari," kata Slamet.

Kendati begitu Slamet mengharapkan pemerintah menunda kenaikan harga BBM, setidaknya setelah Ramadan dan Lebaran nanti.

"Apalagi ini mau dekat-dekat puasa, bisa dibayangkan beban yang nanti akan kami tanggung, harga-harga pasti naik," kata Slamet yang mengaku membawa pulang Rp70 ribu setiap hari.

Jika Slamet berasumsi kenaikan tarif angkutan tidak lebih dari Rp1.000, lain halnya dengan Santoso.

Sopir mikrolet M01 jurusan Senen - Kampung Melayu menyerahkan soal kenaikan tarif ini kepada Organda (Organisasi Angkutan Darat).

"Mengenai penyesuaian tarif mikrolet dari Rp3.000, kami serahkan saja pada Organda, mereka tahu apa yang harus dilakukan," kata Santoso.

Pria yang sudah tiga tahun menjadi sopir mikrolet ini mengatakan beberapa rekan seprofesinya pasrah dengan ketentuan pemerintah, apabila harga BBM benar-benar dinaikkan.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013