Kalau memang ada penyelundup, maka pemerintah tangkap dong penyelundupnya"
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Demokrat Achsanul Qosasi menyamakan para penolak kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan para pendukung orang mampu dan penyelundup.

"Sebanyak 70 persen bahan bakar minyak bersubsidi tidak dinikmati masyarakat miskin, yakni 10-20 persen digunakan orang mampu dan sisanya dinikmati penyelundup. Sehingga apabila ada yang menolak kenaikan harga BBM ini artinya mendukung penyelundup, mendukung orang mampu," kata Achsanul dalam Rapat Paripurna di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin.

Dia mengatakan atas dasar alasan tersebut, kenaikan harga BBM bersubsidi layak dilakukan pemerintah, selain untuk menyehatkan fiskal.

Achsanul menyatakan, sejak 2010 hingga 2013, pemerintah telah berhasil meningkatkan penerimaan negara.

"Data 2010 peningkatan penerimaan sebesar Rp100 triliun, pada 2011 meningkat Rp200 triliun, 2012 Rp240 triliun, dan sekarang pemerintah berusaha meningkatkan menjadi Rp300 triliun, artinya upaya meningkatkan penerimaan sudah dilakukan pemerintah. Ini fakta dan wajib diapresiasi," kata dia.

Pernyataan Achsanul ini disanggah Wakil Ketua Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDIP Arya Bima yang menyebut 40 persen pengguna BBM bersubsidi adalah sepeda motor roda dua atau masyarakat kurang mampu.

"Itu data resmi dari BPS. Penyesuaian harga BBM tidak bisa dilepaskan dari konsep liberasisasi ekonomi, seolah-olah rakyat yang menggunakan BBM itu merupakan beban subsidi pemerintah," serang Arya.

Dia mengatakan pemerintah seharusnya bisa memberikan hak rakyat atas konsumsi BBM yang diperoleh dari kekayaan alam Indonesia.

Anggota Komisi XI dari PDIP Maruarar Sirait meminta Achsanul menarik kembali ucapannya yang menyatakan penolak kenaikan harga BBM bersubsidi sebagai pendukung penyelundup, karena dinilainya tidak relevan.

"Kalau memang ada penyelundup, maka pemerintah tangkap dong penyelundupnya," kritik Maruarar.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2013