Jakarta (ANTARA) - Deputi Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud menyampaikan bahwa pihaknya saat ini tengah menyiapkan berbagai strategi untuk menghadapi implementasi dari European Union Deforestation Regulation (EUDR).

Strategi tersebut juga dirancang untuk menepis tudingan industri kelapa sawit yang tidak berkelanjutan.

“Saat ini kita membangun strategi-strategi untuk mengatasi berbagai tudingan non sustainable di produk-produk kelapa sawit kita," kata Musdhalifah saat menyampaikan sambutan secara virtual dalam acara Pekan Riset Sawit Indonesia (PERISAI) 2023 di Surabaya, Rabu.

Strategi pertama itu pemerintah tengah melakukan upaya revisi terhadap Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 44 Tahun 2020 tentang sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.

Dalam Perpres tersebut, ditentukan Pelaku Usaha wajib mendapatkan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Rencananya Perpres tersebut akan diperluas dengan mengakomodir ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan aspek keberlanjutan.

“Perpres tersebut akan segera kita perluas dengan mengakomodir ketentuan sustainiblity dengan resident regulation. Sampai produk-produk hilir di negara kita," ujar Musdhalifah.

Strategi kedua yakni membangun clearing house sebagai wadah bagi seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) untuk berdiskusi mewujudkan industri kelapa sawit yang berkelanjutan.

Adapun clearing house adalah forum untuk menyelesaikan permasalahan pengadaan dengan melibatkan stakeholder dan pihak lain yang dibutuhkan, sehingga dapat memberikan solusi yang komprehensif bagi para pihak.

Lebih lanjut, Musdhalifah menjelaskan bahwa sebelumya pemerintah telah membentuk gugus tugas (Joint Task Force) untuk mengatasi berbagai hal terkait dengan pelaksanaan EUDR yang dihadapi Indonesia dan Malaysia.

Gugus tugas tersebut juga dibentuk untuk mengidentifikasi solusi dan penyelesaian yang terbaik terkait implementasi EUDR.

Joint Task Force sendiri menjadi platform yang berfungsi sebagai mekanisme konsultatif untuk mendukung koordinasi dan mendorong pemahaman bersama antara Indonesia, Malaysia, dan Uni Eropa terkait dengan EUDR.

Indonesia telah menyelenggarakan pertemuan Joint Task Force yang pertama pada Agustus lalu dengan hasil menolak penetapan petani dengan skala usah kecil (smallholder) tidak masuk dalam perdagangan Indonesia – Uni Eropa.

“Hasil kedua terkait sustainability scheme. Kita sudah memiliki susstainibility scheme yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2011, dan kita ingin agar sustainibility yang kita miliki bisa di-acknowledge oleh Uni Eropa,“ terangnya.

Rencananya pertemuan Joint Task Force kedua akan dilaksanakan pada 12 Desember 2023 mendatang.

"Kami dari kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Sekretariat yang dijalankan oleh CPOPC akan membuka berbagai pertemuan-pertemuan untuk menjaring usulan dan jalan keluar mengatasi hal tersebut," pungkasnya.

Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Evi Ratnawati
Copyright © ANTARA 2023