Jakarta (ANTARA News) - Namanya Toyota Ecoful Town. Letaknya di Kota Toyota, Prefektur Aichi, Jepang. Masih dalam pengembangan memang, tapi inisiatif ini sungguh lompatan amat besar menuju hidup hijau (green living) yang sebenarnya.

Ini bukan tentang hidup hijau yang semata diasosiakan dengan banyak pohon di sekitar rumah yang melulu tentang kluster-kluster eksklusif yang mencipta blok sosial, tapi tidak bebas dari emisi gas karbon hasil pembakaran energi fosil yang diantaranya dari mesin mobil.

Dibuka pada Mei 2012 lalu, Toyota Ecoful Town dibangun sebagai model masyarakat rendah emisi karbondioksida (rendah karbon) yang akan menjadi gaya hidup ramah lingkungan di masa depan.

Di kota model ini, kehidupan ditata dengan berpangkal pada bagaimana energi dikonsumsi pada tingkat terefisien, dan bagaimana sistem yang terintegrasi mengelola output dan input energi sehingga manusia menggunakannya secara optimal.

Jika dipelajari lebih saksama lagi, ada kesan bahwa orang Jepang, setidaknya warga kota Toyota, tak ingin menyianyiakan setetes pun energi.

Ini mirip latar belakang mereka mengembangkan mobil hibrida yang didorong oleh keterbatasan Jepang dalam memiliki sumber energi, terutama energi fosil, sehingga mereka dituntut untuk berhemat.

"Kami mengembangkan mobil hibrida karena di Jepang harga bensin mahal sekali," kata Managing Officer Toyota Motor Corporation Satoshi Ogiso di Nagoya pekan lalu.

Anda pun akan segera tahu alasan mengapa di Jepang segalanya mahal. Mungkin ini demi mengendalikan diri dari berkonsumsi secara berlebihan, termasuk energi.

Optimalisasi energi

Keterbatasan alam dan tanggungjawab pada kehidupan anak cucunya mendorong mereka untuk mengelola setiap anugerah Tuhan dapat pula dinikmati generasi-generasi setelah mereka. Ini mungkin makna sesungguhnya dari inovasi-inovasi yang dipromosikan Jepang, termasuk Toyota Ecoful Town.

Konsep kota bersih polusi ini adalah bagian dari Toyota City, kota masa depan Jepang, dan mungkin juga dunia, di mana korporasi, lembaga penelitian, pendidikan, dan pemerintahi bahu-bahu membangunnya.

"Pemerintah kami telah menyalurkan subsidi sebesar 25 miliar yen untuk Toyota City," kata Yoichi Ishikawa, Deputi Direktur Jenderal Toyota City, Departemen Perencanaan Umum, Divisi Promosi Model Kota Lingkungan.

Untuk menunjukkan sejauh mana kemajuannya, Toyota Ecoful Town memiliki lima ruang pamer di satu pavilyun mungil yang pekan lalu dikunjungi para wartawan lima negara Asia, termasuk Antaranews.com dan tiga wartawan lainnya dari Indonesia.

Model kota rendah karbon ini berpijak pada optimalisasi penggunaan energi oleh rumah tangga, optimalisasi energi yang digunakan komunitas, sistem transportasi rendah karbon, optimalisasi penggunaan energi di fasilitas-fasilitas publik, untuk mencipta "gaya hidup hijau" yang seterusnya menjadi muara dalam siklus kota rendah karbon itu.

Pada satu ruang pamer, para pengunjung dapat mempelajari teknologi lingkungan yang dikembangkan Toyota melalui presentasi video. Satu ruang pamer lainnya menjabarkan "rumah pintar (smart house) yang dilengkapi sistem penggerak energi solar, baterai penyimpan energi, dan sistem manajemen energi rumah (HEMS).

"Rumah pintar" ini dilengkapi panel surya, sistem pengatur penggunaan energi, dan sistem generator atau baterai yang mendaur ulang energi untuk penggunaan berikutnya.

"Ada satu hambatan terbesar kami, yaitu investasi dan subsisi untuk baterai rumah (home battery)," aku Yoichi Ishikawa.

Di luar ruang pamer, terbentang satu zona khusus di mana mobil-mobil listrik dipajang, bersama teknologi Sistem Transportasi Pintar (ITS) yang dirancang untuk memandu berkendara.

Ha:mo

Salah satu bagian instrumental dari konsep hidup hijau ini adalah jejaring harmoni mobilitas atau "Ha:mo" (harmonious mobility network).

Sistem ini memberi dukungan pada pengemudi, kota, dan transportasi ramah komunitas dengan mengombinasikan kendaraan dan bentuk-bentuk mobilitas pribadi.

Pada "Ha-mo" menempel konsep "Ha:mo NAVI", yaitu panduan atau sistem vavigasi selagi berkendara yang berfungsi menginformasikan rute-rute berkendara beremisi CO2 rendah, kepada pengendara.

Sistem ini memandu rute berkendara dengan mengombinasikan arah berkendara dan jalur transportasi publik, termasuk situs parkir, seperti Anda memarkir sepeda motor Anda di penitipan motor untuk pindah naik kereta api. Bedanya, pada "Ha:mo" kendaraan diisi energi selagi diparkir, selain bisa parkir robotik.

Mengingat sejumlah keterbatasan energi (terutama kapasitas baterai penampung energi), Ha:mo hanya bisa untuk rute jarak dekat.

Pada Ha:mo ada bagian kunci yaitu Sistem Manajemen Data Lalu Lintas (EDMS) yang membuat penggunaan energi oleh komunitas berlangsung optimal dengan menuntun orang ke kehidupan ekologis berkualitas tinggi.

Input awalnya adalah ponsel pintar dan tautan sistem navigasi berkendara menyangkut informasi apapun --termasuk keadaan cuaca, daftar kegiatan harian atau jalur lalu lintas-- yang diolah EDMS menjadi rekomendasi selagi berkendara.

Kendati masih dalam proses sosialisasi, selain juga masih sangat terbatas, warga kota Toyota antusias menyambut proposal sistem berkendara ramah lingkungan dan bertuntunan elektronis ini.

"Ini telah operasional dan sudah banyak dipesan," kata Kouji Toyoshima, Kepala Teknik, Perencaan dan Pengembangan Produk, Toyota Motor Corporation.

Tokyo

Untuk terus mensosialisasikan gaya hidup hijau ini, kota Toyota mempromosikan lembaga bernama Toyota Shirakawa-Go Eco-Institute yang diluncurkan pada April 2005 untuk menyediakan kebutuhan-kebutuhan pendidikan pada abad lingkungan baru nanti.

Eco-Institute menawarkan sejumlah program penanganan alam kepada baik anak-anak maupun dewasa.

Inisiatif pengembangan kota berbasis lingkungan yang dipromosikan kota Toyota ini sendiri bergaung ke tempat lain, diantaranya kota Tokyo.

Saat ini Pemerintah Metropolitan Tokyo (TMG) tengah mengembangkan kota satelit serupa dalam proyek Super Eco-Town. Tujuannya, menciptakan sistem buangan industri yang lebih efisien dan mendorong pembangunan industri-industri ramah lingkungan.

Sama dengan kota Toyota, pemerintah kota Tokyo juga mendorong swasta dan organisasi untuk ambil bagian dalam gaya hidup hijau ini.

Insentif gaya hidup hijau ini memang sangat besar. Dari data April 2012, setelah perangkat-perangkat rendah karbon digunakan di kota Toyota, emisi CO2 berkurang sampai 69 - 54 persen.

Ini berdampak besar pada kota Toyota yang sampai 1 Maret 2013 memiliki penduduk 422.135 jiwa dan mempunyai luas lahan 918 km2 atau 18% dari total luas Prefektur Aichi.

Salah satu dampaknya adalah kendati menjadi situs industri, kota ini bisa menjaga kualitas lingkunganya, terlihat dari luasnya proporsi hutan di kota ini yang mencapai 68,32 persen dari total lahan kota. Bukan itu saja, kota ini juga memelihara 7,84 persen tanah pertanian, dan 3,10 persen untuk jalur sungai dan saluran air.

Jalan dan perumahan masing-masing mengambil lahan 4,14 persen dan 6,64 persen, sedangkan 9,95 persen sisanya untuk kawasan lain, termasuk industri.

Ini sumbangsih paling seksi dari promosi hidup hijau yang mungkin membuat Toyota menjadi benchmark kota lingkungan masa depan, tidak saja untuk Jepang, tapi juga dunia.

Oleh Jafar M. Sidik
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013