Jakarta (ANTARA News) - Dirut PT Pos Indonesia, Hana Suryana, didakwa telah menyalahgunakan wewenang dan memberikan kesempatan dalam dugaan korupsi PT Pos Indonesia yang merugikan keuangan negara Rp3.579.816.441.

Hana Suryana dikenai dakwaan primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan diperbaharui dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Kemudian, subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan diperbaharui dengan UU Nomor 200 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Hal tersebut dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Subekhan, dalam persidangan perkara tersebut yang dipimpin majelis hakim, Sugeng Priyono, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin.

JPU menyatakan terdakwa yang saat itu menjabat sebagai Kepala Wilayah Usaha Pos IV Jakarta, mempunyai wewenang yang melekat pada fungsi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian strategi dan kebijakan perusahaan di tingkat wilayah dan penanggung jawab seluruh UPT di wilayahnya.

"Akan tetapi terdakwa menyalahgunakan wewenang, jabatan dan kedudukannya itu dengan menerbitkan surat persetujuan pengeluaran biaya komisi atau ia mengetahui terjadinya pengeluaran biaya komisi," kata JPU.

JPU menyebutkan dari 2003 sampai 2005, terdakwa bersama-sama dengan saksi-saksi, Rudi Atas Perbatas, Yosep Taufiq Hidayat, Her Chaerudin, Erinaldi, Muntafik, dan Fahrurrozi (yang penuntutannya dilakukan dalam waktu terpisah), telah menyalahgunakan wewenang atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

JPU menyatakan dengan surat persetujuan terdakwa Hana Suryana, mengetahui adanya pencantuman biaya komisi dari para saksi itu dari Laporan Keuangan Pendapatan dan Biaya.

JPU menyatakan perbuatan terdakwa bertentangan dengan Pasal 31 ayat (1) Keputusan Menteri BUMN tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance di BUMN dan Pasal 89 UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN.

Di dalam UU itu, menyebutkan anggota komisaris, dewan pengawas, direksi, karyawan BUMN dilarang memberikan atau menawarkan atau menerima baik langsung maupun tidak langsung, sesuatu yang berharga kepada atau dari pelanggan atau seorang pejabat pemerintah untuk mempengaruhi atau sebagai imbalan atas apa yang telah dilakukannya dan tindakan lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

"Bahwa pengeluaran biaya komisi tersebut menambah kekayaan para saksi dan terdakwa sendiri memperoleh manfaat antara lain turut bermain golf pada waktu tidak dapat ditentukan lagi di Bogor dan di Bali," katanya.

JPU mengatakan akibat perbuatan terdakwa itu, berakibat keluarnya uang dari kas PT Pos Indonesia, padahal seharusnya uang itu tidak ke luar hingga merugikan perusahaan tersebut

"Kerugian berdasarkan kumulatif biaya komisi yang telah dikeluarkan oleh para saksi sebesar Rp3.579.816.441," katanya.

Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Badrani Rasyid, mempertanyakan dakwaan JPU terhadap kliennya itu terutama dalam soal biaya kumulatif komisi Rp3.579.816.441.

"Kami tidak akan mengajukan eksepsi, dan tinggal menunggu sidang lanjutan dengan keterangan saksi pada Senin (12/1) nanti," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009