kapasitas produksi satu juta ton
Jakarta (ANTARA News) - Perusahaan manufaktur asal China, Fosun International Limited menggandeng perusahaan baja nasional PT Gunung Gahapi Sakti merencanakan pembangunan pabrik baja sistem tanur tinggi di Medan, Sumatera Utara (Sumut).

"Fosun akan menggelontorkan dana sebesar 200 juta dolar AS yang akan dialokasikan dalam dua tahap. Tahap pertama 100 juta dolar AS dan kedua juga 100 juta dolar AS," ujar Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Panggah Susanto, ditemui di Jakarta, Jumat.

Menurut Panggah, Fosun International Limited dan Gunung Gahapi akan mendirikan satu perusahaan baru yang memiliki kapasitas produksi satu juta ton secara bertahap. Tahap pertama, perusahaan patungan tersebut memiliki kapasitas produksi 500 ribu ton, dan pengembangan hingga satu juta ton dilakukan pada tahap berikutnya.

"Perusahaan tersebut bakal menggunakan bahan baku iron ore pellet (bijih besi) untuk menghasilkan produk slab (baja setengah jadi) dan billet. Produk tersebut bisa digunakan untuk industri kapal dan otomotif," ujar dia.

Menurut Panggah, alasan Fosun memilih Gunung Gahapi sebagai mitra bisnis adalah pasar baja di Indonesia cukup tinggi. Kedua, saat ini di China masih ada pembatasan kapasitas produksi baja.

"Target pembangunannya kemungkinan bisa dilakukan dalam dua hingga tiga tahun," ujarnya.

Dengan masuknya sejumlah pabrik baja, Panggah menjelaskan hal tersebut dapat mengurangi impor bahan baku.

Menurut Panggah, masuknya sejumlah investor asing yang menanamkan investasinya di sektor tambang juga sejalan dengan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).

Untuk memuluskan rencana tersebut, lanjutnya, Fosun saat ini masih melakukan negosiasi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

"Fosun setelah ini direncanakan akan ke BKPM untuk memuluskan rencana tersebut," kata dia.

Hal senada juga diungkapkan Direktur Jenderal Kerjasama Industri Internasional Kemenperin Agus Tjahjana. Menurut dia, kerjasama tersebut dapat memanfaatkan bahan baku lokal jadi sangat sejalan dengan ketentuan hilirisasi mineral.

Sebelumnya Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memutuskan menyerahkan masalah pengurusan perizinan pembangunan industri pengolahan bahan baku mineral (smelter) ke Kemenperin.

"Saat ini sudah tidak ada lagi tarik-ulur perizinan untuk smelter antara Kemenperin serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Berdasarkan keputusan Presiden, Kemenperin menjadi penanggung jawab perizinan pembangunan smelter," katanya.

Undang-Undang tentang Minerba, menurut Hidayat, sudah membuat kriteria mengenai pengolahan mineral dan industrinya. Namun muncul peraturan pemerintah dan menteri yang mengatur soal perizinan.

Setiap perizinan di BKPM, selama ini mengacu pada Undang-Undang Perindustrian. Sejak diberlakukannya pelarangan ekspor bahan baku mineral, banyak investor asing yang tertarik untuk berinvestasi membangun smelter di dalam negeri. Salah satunya China.

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013