...dimintai keterangan tentang sebidang tanah di Condet...
Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi VIII DPR asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jazuli Juwaini ditanyai oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai properti milik mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Jazuli Juwaini selama kurang lebih tiga jam di Gedung KPK, Jakarta, Senin, dalam kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian dan tindak pidana pencucian uang dengan tersangka Luthfi Hasan Ishaaq.

"Saya dimintai keterangan tentang sebidang tanah di Condet atas nama Tanu Margono yang pada tahun 2011 dikerjasamakan dengan Saudara Zaky," kata Jazuli seusai diperiksa KPK.

Zaky, menurut Jazuli, adalah kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang memiliki usaha di bidang properti.

"Dia datang ke saya menawarkan investasi di tanah itu, tetapi saya tidak berminat, kemudian dia meminta supaya saya meminjami modal dan saya katakan saya tidak punya uang," ungkap Jazuli.

Ia mengaku baru tahu dari penyidik KPK bahwa di tanah tersebut dibangun rumah milik mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut.

"Saya baru tahu dari penyidik, di tanah Pak Tanu dibangun rumah ada salah satunya milik Pak Luthfi, ya, saya dimintai keterangan seputar tanah itu saja," ungkap Jazuli.

Zaky yang dimaksudkan oleh Jazuli adalah Ahmad Zaky yang telah dicegah KPK pergi ke luar negeri sejak 14 Februari, sedangkan Tanu Margono adalah purnawirawan TNI yang telah diperiksa pada hari Jumat (19/4) bersama dengan istrinya, Yace Margono.

Pada pemeriksaan Jumat tersebut, Mantan Danpuspom TNI, Mayjen TNI (Purn) Syamsu Djalal yang mengantarkan Tanu mengakui perihal pemeriksaan tanah tersebut.

"Saya dengar tanah dia (Tanu) yang di Condet dibeli PKS, makanya mungkin uangnya hasil pencucian uang, tanah di Condet," kata Syamsu.

Dalam kasus itu KPK telah menetapkan lima orang tersangka, yaitu Luthfi Hasan Ishaaq, Ahmad Fathanah, dua orang direktur PT Indoguna Utama yang bergerak di bidang impor daging, yaitu Juard Effendi dan Arya Abdi Effendi dan Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman.

Fathanah bersama Lutfi Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau b atau Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP mengenai penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait kewajibannya.

Keduanya juga dikenakan disangkakan melakukan pencucian uang dengan sangkaan melanggar pasal 3 atau pasal 4 atau pasal 5 Undang-Undang nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara Elizabeth, Juard dan Arya Effendi diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) atau Pasal 13 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara.

Juard dan Arya ditangkap KPK pasca menyerahkan uang senilai Rp1 miliar kepada Fathanah, KPK sudah menyita uang tersebut yang merupakan bagian nilai suap yang seluruhnya diduga mencapai Rp40 miliar dengan perhitungan "commitment fee" per kilogram daging adalah Rp5.000 dengan PT Indoguna meminta kuota impor hingga 8.000 ton.

Pengacara Luthfi, Mohammad Assegaf, mengakui bahwa kliennya pernah berdiskusi dengan Mentan Suswono, Ahmad Fathanah, Maria Elisabeth Liman, dan mantan Ketua Umum Asosiasi Benih Indonesia Elda Devianne Adiningrat untuk membahas kuota impor daging sapi, pertemuan dilakukan pada bulan Januari 2013 di Hotel Aryaduta Medan.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013