Jakarta (ANTARA) - Pakar Pulmonologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof .Tjandra Yoga Aditama mengatakan pengendalian polusi di Jabodetabek dan sekitarnya membutuhkan penanganan konkret di sektor hulu dan hilir.

"Penanganan yang paling tepat tentunya adalah mengidentifikasi faktor penyebab dan segera mengatasinya, apapun dan bagaimanapun caranya, yang jelas harus segera ada tindakan yang berdampak nyata tanpa perlu mengorbankan masyarakat," kata Tjandra Yoga Aditama dikonfirmasi di Jakarta, Jumat.

Tjandra yang juga Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) mengatakan pengendalian polusi yang utama berada di sektor hulu.

Baca juga: Epidemiolog: Penyemprotan air bertekanan tinggi perburuk polusi

Upaya yang bisa dilakukan adalah mengidentifikasi faktor penyebab dan menghadirkan solusi efektif untuk menanggulanginya. "Selain penanganan di hulu yang utama, masyarakat Jakarta dan sekitarnya sudah 'terpaksa' menghirup udara kotor penuh polutan," katanya.

Tjandra mengatakan dampak yang terjadi akibat udara kotor pada kesehatan masyarakat juga perlu kontribusi otoritas terkait yang kini bertanggung jawab di sektor hilir.

Tjandra yang juga guru besar paru di Fakultas Kedokteran Indonesia (FKUI) menyampaikan sejumlah solusi penanganan sektor hilir melalui pelibatan petugas Puskesmas.

Pertama, sanitary kit yang kini tersedia di Puskesmas agar diaktifkan untuk menilai kualitas udara setempat. "Jadi, akan ada data polusi per kecamatan, bahkan per kelurahan, walaupun mungkin ada kualitas udaranya tidaklah lengkap sempurna," katanya.

Berikutnya, Tjandra mengusulkan kegiatan pendekatan praktis pada kesehatan paru-paru (practical approach on lung health/PAL) yang digagas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) agar kembali diaktifkan.

Baca juga: Dokter: Pekerja luar ruangan rentan mengalami penurunan fungsi paru

"Saya ikut memulainya di Kyrgystan, Asia Tengah, sekitar 10 tahun yang lalu, karena akan amat berperan dalam deteksi, evaluasi, dan tindakan kesehatan paru-paru di lapangan," kata Tjandra yang pernah menjabat Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu.

Tjandra yang juga Penasihat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia cabang Jakarta mengatakan Puskesmas di wilayah setempat dan sekitarnya sudah mengenal PAL, sehingga akan lebih mudah diaplikasikan.

Tjandra juga mengusulkan surveilans keluhan respirasi di lingkup Puskesmas, lapangan wilayah kerja petugas Puskesmas maupun oleh kader kembali diintensifkan bilamana data menunjukkan tren peningkatan kasus.

"Di Media sosial sekarang bahkan beredar tentang kemungkinan dampak polusi pada saluran cerna, mata atau kulit dan lainnya," katanya.

Berikutnya, Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) perlu ditingkatkan agar masyarakat memahami berbagai kemungkinan dampak kesehatan maupun akses informasi polutan di wilayah setempat.

Baca juga: Anggota DPR sarankan rencana bertahap atasi polusi udara di Jakarta

Baca juga: Seluruh pihak diminta kerja sama tanggulangi masalah polusi udara


"Untuk pasien-pasien penyakit kronik yang biasanya di tangani Puskesmas, mereka diberi perhatian khusus. Kalau mungkin dikontak untuk tanya keadaannya, telemedisin, atau diminta datang ke Puskesmas atau dilakukan kunjungan rumah," katanya.

Jika terjadi peningkatan kasus infeksi saluran napas akut (ISPA) dan lainnya, kata Tjandra, Puskesmas perlu memberi pengobatan yang baik. Bila perlu dilakukan rujukan ke RSUD atau RS lainnya di wilayah setempat.

Terakhir, kata Tjandra, akan baik jika di semua Puskesmas di Jakarta dan sekitarnya dibuat semacam "Pojok Polusi", yang dapat memberi informasi kepada masyarakat tentang berbagai aspek polusi udara di wilayahnya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2023