Dengan menyadari besarnya emisi karbon yang dihasilkan kendaraan berbasis fosil tersebut sudah mestinya menjadi momentum transformasi menuju ekosistem transportasi yang bersih
Jakarta (ANTARA) - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebut besarnya emisi karbon yang dihasilkan kendaraan berbasis fosil sudah mestinya menjadi momentum transformasi menuju ekosistem transportasi yang bersih.

Indef merespons soal kualitas udara di wilayah Jakarta yang akhir-akhir ini memburuk.

"Dengan menyadari besarnya emisi karbon yang dihasilkan kendaraan berbasis fosil tersebut sudah mestinya menjadi momentum transformasi menuju ekosistem transportasi yang bersih," ucap Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef Abra Talattov melalui keterangan di Jakarta, Rabu.

Untuk mengurangi emisi karbon dari penggunaan kendaraan pribadi, ia meminta pemerintah agar fokus dalam menyediakan transportasi massal yang nyaman dan terjangkau.

"Bahkan untuk mendorong penggunaan transportasi publik yang lebih masif lagi, pemerintah patut mempertimbangkan realokasi sebagian anggaran subsidi BBM untuk tarif transportasi publik," ucap Abra.

Sejalan dengan itu, ia menilai upaya mengurangi emisi karbon di sektor transportasi juga dilakukan dengan mendorong shifting kendaraan pribadi berbasis fosil menjadi kendaraan berbasis listrik.

Ia menganggap transisi penggunaan kendaraan berbasis listrik dapat memangkas lebih dari separuh emisi karbon dibandingkan kendaraan berbasis fosil, yaitu setara 1,2 CO2e per 1,2 kWh listrik dengan komposisi bauran energi pembangkit listrik seperti saat ini.

Terkait adanya insentif fiskal yang saat ini sudah disediakan pemerintah berupa potongan PPN untuk pembelian mobil listrik serta subsidi motor listrik, ia mengharapkan fasilitas tersebut dapat menjadi daya tarik masyarakat beralih ke kendaraan listrik.

"Tentu untuk menggaet lebih banyak minat masyarakat menggunakan kendaraan listrik, pemerintah harus menjamin tersedianya infrastruktur pendukung ekosistem kendaraan berbasis listrik seperti stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU)," kata Abra.

Selain itu, ia juga meminta pemerintah untuk menunjukkan komitmen menjaga keandalan pembangkit listrik dengan teknologi bersih melalui perubahan gaya hidup masyarakat menuju transportasi bersih berbasis listrik.

Abra mengharapkan pemerintah konsisten dalam memastikan transisi energi di sektor ketenagalistrikan sesuai Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030, di mana porsi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) terhadap bauran energi Indonesia ditargetkan turun dari 67 persen pada 2021 menjadi 59,4 persen pada 2030.

Di samping itu, lanjut dia, terkait PLTU yang beroperasi di ujung barat Pulau Jawa, pemerintah juga harus menjamin bahwa PLTU tersebut telah dilengkapi dengan continuous emission monitoring system (CEMS) sehingga pemerintah dapat memantau emisi yang dikeluarkan oleh PLTU tersebut.

"Hal ini sebagai bentuk transparansi kepada publik bahwa transformasi transportasi bersih didukung oleh sumber listrik dari pembangkit dengan teknologi bersih," ujarnya.

Dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Lingkungan (KLHK) bahwa penyumbang utama pencemar udara utama di Indonesia adalah sektor transportasi dengan porsi 44 persen, disusul sektor industri 31 persen.

Dugaan sektor transportasi memberikan andil yang cukup besar terhadap kualitas udara Jakarta juga terkonfirmasi dari pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) sektor transportasi di Jakarta yang tumbuh paling tinggi mencapai 18,1 persen pada kuartal II-2023.

"Sektor transportasi sebagai biang kerok polusi udara Jakarta tentu makin mengkhawatirkan mengingat tingginya pertumbuhan populasi kendaraan bermotor berbasis fosil di Jakarta," ucap Abra.

Dalam lima tahun terakhir, kata dia, populasi mobil penumpang di Jakarta mengalami peningkatan hingga 15,5 persen menjadi 4,13 juta kendaraan. Sementara, populasi sepeda motor meningkat hingga 27,8 persen menjadi 19,22 juta kendaraan.

"Artinya, dengan rata-rata konsumsi BBM di Jakarta untuk motor sebesar 0,92 liter per hari dan mobil 3,9 liter per hari maka total konsumsi BBM di Jakarta bisa mencapai 17,8 juta liter per hari untuk seluruh populasi motor dan 16,2 juta liter per hari untuk seluruh populasi mobil," tuturnya.

Dengan jumlah emisi karbon 1 liter BBM setara dengan 2,4 kg CO2e, Abra menyatakan estimasi total emisi yang dihasilkan dari total populasi sepeda motor dan mobil penumpang di Jakarta mencapai 81,17 juta kg CO2e.

Baca juga: Legislator usulkan pembentukan pansus polusi udara Jakarta

Baca juga: Kemnaker masih kaji terkait wacana WFH seiring polusi di Jakarta

Baca juga: DKI kaji efektivitas sistem "4 in 1" untuk kurangi polusi udara

 

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2023