Konvesi Golkar untuk capres yang pernah dilaksanakan di bawah ketua umumnya Akbar Tandjung pada 2004. Setelah konvensi capres bergulir, hebohlah politik nasional. Masyarakat pemilih dipaksa untuk mengikuti dari hari ke hari konvensi tersebut,"
Jakarta (ANTARA News) - Sistem konvensi partai untuk calon presiden (capres) dinilai akan mampu menaikkan suara partai politik (parpol) pada pemilu legislatif 2014, kata pengamat politik.

Jeffrie Geovanie, board of advisor Center for Strategic and International Studies (CSIS) dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat, memberikan contoh bahwa Partai Golkar telah melakukan konvensi capres 2004 yang berdampak partai berlambang pohon beringin itu memenangkan Pemilu 2004.

"Konvesi Golkar untuk capres yang pernah dilaksanakan di bawah ketua umumnya Akbar Tandjung pada 2004. Setelah konvensi capres bergulir, hebohlah politik nasional. Masyarakat pemilih dipaksa untuk mengikuti dari hari ke hari konvensi tersebut. Dan terbukti kemudian Golkar memenangkan Pemilu 2004," katanya.

Menurut Jeffrei, ide konvensi seperti Golkar tersebut dapat diterapkan oleh parpol peserta Pemilu 2014, dengan sejumlah penyempurnaan saat ini, misalnya penentuan pemenang diserahkan pada pemilih di Indonesia melalui survei oleh lembaga yang kredibilitasnya mumpuni.

"Dengan begitu akan banyak capres-capres alternatif mengikuti konvensi itu. Dan tentu saja tinggal dibuatkan panggung-panggung di televisi nasional perdebatan antara capres-capres tersebut," ujarnya.

Kendati demikian, Jeffrei menambahkan parpol peserta Pemilu 2014 juga dapat mengembangkan ide-ide kreatif lain yang mampu menarik suara bagi pemilih Indonesia dengan cara mencari strategi jitu yang membuatnya berbeda dan menarik dibanding partai lain.

Sementara itu, peneliti Maarif Institute for Culture and Humanity, Endang Tirtana mengatakan, tradisi konvensi politik dimulai pada tahun 1766 di Amerika Serikat (AS) yang selanjutnya berkembang dan terus dipertahankan dalam tradisi partai politik di banyak negara di dunia.

"Konvensi partai ini terbukti mengundang gairah politik di masyarakat. Media yang senantiasa memberitakan dari hari kehari mengenai calon presiden yang diusung bisa menjadi wadah untuk mengisi gap keterjarakan informasi antara kandidat presiden dengan pemilih, sehingga pemilih tidak terkesan 'membeli kucing dalam karung'," katanya.

Meskipun tidak bisa ditampik juga, kata Endang, bahwa "bisnis konvensi" bisa menjadi hal negatif juga dalam partai ketika "sawer uang" dijadikan strategi untuk memenangkan konvensi.

Selain itu juga, banyak pandangan yang menilai bahwa konvensi bisa menimbulkan perpecahan partai karena calon-calon yang kalah akhirnya membuat manuver-manuver politik.

"Terlepas dari "dua sisi koin" positif dan negatifnya, konvensi dalam penentuan calon presiden dalam sebuah partai sangatlah penting untuk dilakukan di Indonesia guna mendekatkan figur terhadap masyarakat yang selanjutnya membuka ruang dialog," demikian Endang Tirtana.(*)

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013