Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) Tri Handoyo mengatakan Kereta Api Rel Listrik (KRL) Ekonomi dan Commuter Line harus dijadikan dalam satu kelas pelayanan yang sama sehingga tidak ada diskriminasi dan semua orang mendapatkan fasilitas yang sama.

"Kereta ekonomi bayar Rp2.000 tapi taruhannya nyawa, kondisinya tidak layak. Sebab itu, harus dijadikan satu kelas agar semua orang dapat fasilitas yang sama," ujar Tri Handoyo dalam diskusi bertema "Perlukah KRL Ekonomi Jabodetabek Dilenyapkan" di Jakarta, Senin.

Ia mencontohkan di Singapura dan Jepang sudah tidak ada perbedaan kelas karena perjalanannya cepat dan frekuensinya tinggi.

"Kami sudah berbicara dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk menghilangkan kelas ekonomi, tetapi mekanisme dalam pemberian subsidi yang tepat, membutuhkan waktu yang panjang. Apabila dananya banyak kasih subsidi untuk semua, tapi apabila tidak ada kita berikan secara tepat sasaran," kata dia.

Di sisi lain, lanjutnya, kondisi KRL yang sudah tidak layak sangat berbahaya dan berisiko tinggi pada keselamatan dan keamanan penumpang.

Banyaknya gangguan yang terjadi pada kereta ekonomi juga kerap mengganggu perjalanan KRL secara keseluruhan.

"Penarikan KRL non AC tersebut juga dilakukan untuk meminimalisir gangguan perjalanan KRL," kata dia.

Berdasarkan catatan, sepanjang tahun 2012 terjadi 1.228 pembatalan perjalanan KRL Ekonomi karena rangkaian rusak. Hal tersebut berdampak pada 4.217 perjalanan KRL yang turut mengalami gangguan.

PT KA Daop 1 dan pusat perawatan KRL BalaiYasa Manggarai mengalami kesulitan untuk melakukan perbaikan karena suku cadang kereta tersebut sudah tidak tersedia.

Sebelumnya, Pakar Transportasi Iskandar Abubakar berpendapat tarif murah KRL Jabodetabek masih dibutuhkan karena sebagian penumpang berpenghasilan rendah masih menggunakannya sebagai moda transportasi andalan.

"Tarif rendah harus disubsidi. Tapi, apakah subsidi saat ini sudah memadai untuk melakukan perawatan kereta? Saya rasa tidak. Hal ini serupa terjadi pada Metromini kita yang juga hancur," kata Iskandar Abubakar di Jakarta, Senin.

Menurut anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) tersebut, pemerintah seharusnya tidak lepas tangan untuk mendorong agar tarif KRL tetap terjangkau.

"Tarif Metromini ditetapkan pemerintah. Tapi, operator juga diharuskan memberi diskon bagi pelajar. Diskon itu ditanggung operator, bukan pemerintah," ujarnya.

Sehingga persoalan ini menghancurkan penyelenggara moda transportasi umum itu. Hal serupa akan terjadi di KRL bila pemerintah tidak ikut campur dalam transportasi publik.

"Kalau kita mengacu kembali kepada kebijakan tarif angkutan umum yang sangat sulit untuk disesuaikan karena tekanan politik yang sangat besar," kata dia.

Padahal sebagian dari angkutan umum di kota tidak disubsidi atau mendapatkan subsidi yang tidak memadai. Hal ini mengakibatkan ketidakseimbangan dalam menjalankan angkutannya, yang jelas perawatan akan terlantar yang berakibat kualitas pelayanan memburu.

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013