Jakarta (ANTARA) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa industri hulu migas masih memegang peranan penting di era transisi energi.

Hal tersebut diungkapkan Arifin saat membuka Indonesian Petroleum Association (IPA) Convention and Exhibition (Convex) 2023 bertema Enabling Oil & Gas Investment and Energy Transition for Energy Security di ICE BSD, Tangerang, Banten, Selasa.

Menurut Arifin dikutip dari keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, ada beberapa cara untuk memastikan industri hulu migas tetap tumbuh untuk memenuhi kebutuhan sekaligus turut berperan dalam upaya penurunan emisi karbon.

Efisiensi penggunaan energi untuk menekan emisi gas rumah kaca dalam kegiatan operasional merupakan cara paling mudah yang bisa ditempuh para pelaku usaha.

"Selain itu, juga ada pengurangan gas buang, mengatur emisi gas metana serta secara paralel meningkatkan penggunaan pembangkit listrik rendah karbon memanfaatkan sumber energi baru terbarukan. Langkah selanjutnya adalah dengan meningkatkan penggunaan gas, menginisiasi penggunaan teknologi efisiensi, dan mengembangkan mobilitas rendah karbon, seperti penggunaan kendaraan listrik, biofuel, LNG," kata Arifin.

Ia mengatakan berdasarkan data dari statistik BP, untuk menjawab kebutuhan energi, produksi minyak bumi terus meningkat dari sebesar 88,6 juta barel per hari pada 2012 menjadi 93,8 juta bph pada 2022. Sementara, produksi gas juga meningkat sekitar 20 persen dalam 10 tahun terakhir dengan rata-rata konsumsi gas meningkat 1,7 persen per tahun.

Data tersebut menunjukkan peran penting sektor migas dalam memenuhi kebutuhan energi yang terjangkau, terutama untuk sektor transportasi dan industri seiring dengan pertumbuhan ekonomi berbagai negara, termasuk Indonesia.

Lebih lanjut, Arifin menjelaskan pengembangan hidrogen juga harus terus ditingkatkan. Menurut dia, teknologi hidrogen akan menjawab tantangan industri masa depan yang rendah emisi. Hal itu ditopang oleh kemampuan industri migas yang memiliki pengalaman dan kemampuan mumpuni untuk mengembangkan dan memproduksi hidrogen.

Selain itu, kata dia, hal paling krusial di sektor hulu migas saat ini ialah implementasi carbon capture storage/carbon capture utilization and storage (CCS/CCUS). Apalagi, pemerintah pada 2023 ini menerbitkan aturan baru tentang CCS/CCUS dalam bisnis migas.

"Aturan tersebut menggambarkan CCS dan CCUS sebagai teknologi yang menjanjikan untuk menekan emisi karbon dalam rangka mengejar target net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat," kata Arifin.

Saat ini, ada 15 proyek CCS/CCUS yang sedang dikerjakan di Indonesia, di antaranya CCS Gundih Enhanced Gas Recovery (EGR) di Jawa Tengah dan Sukowati di Jawa Timur.

Sementara, proyek yang segera diimplementasikan ada di CCUS Tangguh yang ditargetkan menekan emisi karbon sebesar 25 juta ton CO2 serta mampu meningkatkan produksi gas hingga 300 BSCF pada 2035.

"Proyek ini ditargetkan onstream pada tahun 2026," ungkap Arifin.

Sementara itu, President IPA Yuzaini Md Yusof dalam sambutannya, mengatakan Indonesia sebagai salah satu negara yang cukup cepat bergerak dalam implementasi CCS/CCUS. Beberapa hal yang harus disiapkan, di antaranya kebijakan fiskal, tax credit serta kebijakan harga karbon serta kesiapan storage carbon.

"Banyak proyek berisiko tinggi yang membutuhkan dukungan regulator, dengan banyaknya proyek CCS/CCUS yang bergantung pada dukungan regulasi dan attractiveness commercial masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan," ucap Yuzaini.


Baca juga: Tenaga surya dinilai strategis untuk percepat transisi energi
Baca juga: Kementerian ESDM tegaskan dukung transisi energi untuk kurangi polusi
Baca juga: PLN IP kebut transisi energi dengan perkaya kompetensi EBT


Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2023