Penyebab kenaikan harga bawang itu antara lain bawang merah baru memasuki musim tanam dan banyak pengusaha yang menimbun hingga terjadi kelangkaan, lalu pengusaha mempermainkan harga untuk meraih keuntungan dari selisih harga-nya,"
Surabaya (ANTARA News) - Anggota Komisi VI DPR RI H Nasril Bahar SE menilai kebijakan Menteri Pertanian dan Menteri Perindustrian terkait persoalan bawang merah dan bawang putih itu keliru, sehingga harga kedua komoditas itu "melambung".

"Penyebab kenaikan harga bawang itu antara lain bawang merah baru memasuki musim tanam dan banyak pengusaha yang menimbun hingga terjadi kelangkaan, lalu pengusaha mempermainkan harga untuk meraih keuntungan dari selisih harga-nya," katanya kepada Antara di Surabaya, Jumat.

Ia mengemukakan hal itu di sela-sela kunjungan belasan anggota Komisi VI DPR RI ke kampus ITS Surabaya untuk meminta masukan RUU Perindustrian kepada kalangan akademisi dari berbagai bidang studi, di antaranya perkapalan, energi, kelautan, teknik industri, teknik sipil, dan sebagainya.

Menurut politisi senior dari PAN itu, Menteri Pertanian dan Menteri Perindustrian menyikapi penimbunan dengan kebijakan yang keliru yakni melakukan impor tapi impor itu dibatasi, sehingga terjadi persaingan antar-importir yang menyebabkan harga menjadi tidak stabil.

"Untuk bawang mestinya perlu ada pembatasan impor, karena kita memang tidak memiliki tanaman bawang, sehingga buka saja kran impor agar terjadi kompetisi yang sehat antar-importir," kata anggota Fraksi PAN DPR RI itu.

Ketika ditanya tentang solusi untuk mengatasi kenaikan harga bawang yang cukup tinggi itu, ia menyarankan Menteri Pertanian dan Menteri Perindustrian melakukan koordinasi yang efektif agar kebijakan keduanya pun efektif.

"Melalui koordinasi yang baik itu pula, Mentan dan Menperin harus melakukan tiga langkah bersama-sama yakni panggil importir bawang merah, cabut izin untuk importir bawang yang nakal, dan lakukan operasi pasar untuk meratakan distribusi komoditas itu," katanya.

Khusus bawang putih, katanya, kenaikan harganya merupakan imbas dari adanya kenaikan harga bawang merah. "Karena bawang merah naik, maka importir bawang putih akhirnya melakukan kartel atau persekongkolan untuk menaikkan harga bawang putih," katanya.

Oleh karena itu, ia menyarankan Mentan dan Menperin juga melakukan langkah yang sama yakni memanggil importir bawang putih, cabut izin, dan lakukan pasar murah atau operasi pasar untuk meratakan distribusi bawah dengan harga murah.

"Hal yang sama juga dapat dilakukan pada komoditas pangan lainnya, tapi khusus bawang yang tidak ada barangnya di dalam negeri hendaknya tidak dilakukan pembatasan impor, tapi kalau petani kita memiliki barangnya ya lakukan pembatasan impor sesuai kebutuhan, misalnya garam," katanya.

Kepada Presiden, ia menyarankan agar Menteri Pertanian dan Menteri Perindustrian dicopot bila tidak mampu menstabilkan harga bawang dalam tempo cepat. "Kalau tidak bisa ya copot saja," katanya dalam pertemuan yang dipimpin ketua rombongan Eric Satria Wardhana dan dihadiri Rektor ITS Prof Dr Ir Tri Yogi Yuwono DEA itu.

Dalam pertemuan itu, sejumlah akademisi ITS mengusulkan perlunya politik industri yang pro-kemandirian yakni industri yang tidak mengedepankan pertumbuhan tapi dengan merusak lingkungan, tidak boros energi dan mengutamakan industri dengan energi terbarukan, dan memihak industri dari hulu ke hilir.

Selain meminta masukan kalangan akademisi di ITS, belasan anggota Komisi VI DPR RI itu juga meminta masukan ke kalangan praktisi, di antaranya ke PT Telkom dan PT PAL. "Insya-Allah, RUU Perindustrian akan kami tuntaskan pada tahun ini, tapi kalau RUU Perdagangan terlalu pro-pasar bebas dan merugikan kita," kata Eric. (E011/F002)

Pewarta: Edy M Ya`kub
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013