Usulan agar partai politik boleh memiliki badan usaha dengan pertimbangan untuk mencegah praktik korupsi dan penyimpangan uang negara,"
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ali Masykur Musa mengusulkan agar partai politik boleh memiliki badan usaha yang harus dijalankan secara profesional.

"Usulan agar partai politik boleh memiliki badan usaha dengan pertimbangan untuk mencegah praktik korupsi dan penyimpangan uang negara," kata Ali Maskur Musa pada diskusi `revisi UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara` di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.

Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Dimyati Natakusumah dan Direktur Lembaga Swadaya Masyarakat State Budget Watch Ramson Siagian.

Menurut Ali Masykur, badan usaha tersebut merupakan upaya kemandirian partai politik untuk menghindari praktik korupsi dan penyalahgunaan uang negara.

Badan usaha yang dikelola secara profesional, menurut dia, juga sebagai pembelajaran bagi partai politik untuk melakukan transparansi dalam pengelolaan keuangan partai.

"Dengan transparansi, maka keuangan parpol bisa lebih dipertanggungjawabkan," kata Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) ini.

Ia menambahkan, keuangan partai politik yang transparan dan bisa dipertanggungjawabkan, maka pelaporan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bisa secara transparan dan rinci.

Jika partai politik dibolehkan memiliki badan usaha berikut pelaporan keuangannya yang transparan, menurut dia, merupakan langkah akuntabilitas sekaligus mengurangi tindakan korupsi.

Sementara itu, Dimyati Natakusuma menyatakan, mendukung usulan partai politik boleh memiliki badan usaha sebagai upaya menuju mandiri dan profesional sehingga berdampak meningkatkan kepercayaan publik.

Menurut dia, jika aturan perundangan membolehkan partai politik memiliki badan usaha dengan konsekuensi penegakan hukum yang tegas maka partai politik tidak akan bermain-main dengan uang negara.

Keuangan negara tersebut, menurut dia, termasuk keuangan negara untuk daerah seperti, dana alokasi khusus (DAK) dan dana bagi hasil (DBH).

"Pada era otonomi daerah saat ini, daerah yang kaya sumber daya alam, rawan terjadi penyalahgunaan uang negara," katanya.
(R024/R010)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013