Jakarta (ANTARA) -
Spesialis kebijakan kesehatan global yang merupakan lulusan dari Fakultas Kedokteran Umum Universitas Padjajaran Bandung, dr. Rindang Asmara menyatakan bahwa investasi pada kader kesehatan adalah kunci untuk menekan angka stunting.
 
"Perlu ada penguatan kapasitas layanan kesehatan primer yang ada di posyandu dan puskesmas melalui para kader, yang nantinya bisa mengedukasi masyarakat akan pentingnya menjaga asupan gizi mulai dari ibu sampai usia 1.000 hari pertumbuhan anak," kata Rindang pada acara bertema "Stunting bukan sekedar bantuan pangan" di Jakarta Selatan, Kamis.
 
Rindang memaparkan, di luar negeri, salah satunya Jepang, pembangunan kapasitas kader digencarkan sehingga mereka bisa sampai pada taraf merujuk pasien.

Sedangkan berdasarkan data Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tahun 2019, terdapat lebih dari 1,5 juta kader posyandu di Indonesia, tetapi 90 persen di antaranya masih belum terlatih.
 
"Padahal di daerah, masyarakat lebih percaya pada kader, karena mereka bisa berbicara bahasa yang sama, bahkan menjadi tempat cerita bagi para ibu. Berdasarkan data, 66 persen penduduk Indonesia masih bergantung pada posyandu untuk 1000 Hari Pertama Kelahiran (HPK)," tuturnya.
 
Rindang memberi contoh kasus pada masyarakat di pesisir Nusa Tenggara Timur, yang meskipun dekat dengan sumber protein tetapi angka stunting masih tinggi.
 
"Mereka dekat dengan sumber protein, tetapi masyarakat lebih memilih menukar ikan dengan mie, karena mie bisa disimpan untuk jangka panjang, di sinilah peran para kader untuk mengedukasi, memiliki kemampuan nalar, menjelaskan kalau ikan itu sumber proteinnya tinggi untuk tekan stunting," katanya.
 
Ia juga menegaskan bahwa permasalahan stunting tidak bisa diselesaikan hanya dengan pemberian protein atau bahan makanan, lebih dari itu membutuhkan investasi jangka panjang pada pembangunan manusia yakni para kader, yang nantinya juga akan meningkatkan literasi kesehatan masyarakat.
 
"Stunting tidak bisa selesai hanya dengan bantuan permakanan daging atau telur, lebih dari itu, kader posyandu yang terampil menjadi kunci utama, mereka juga penentu meningkatnya literasi masyarakat tentang kesehatan," kata dia.
 
Rindang yang juga merupakan Chief Operating Officer (COO) organisasi nirlaba 1000 Days Fund mengatakan, selama ini dia bersama tim telah menjalin kerja sama dengan pemerintah untuk memberikan pelatihan kepada 54.000 kader posyandu yang tersebar di 28 pulau.
 
"Melalui strategi pelatihan kader posyandu, kami melihat korelasi positif antara peningkatan kapasitas kader dengan penurunan angka stunting," ujar dia.
 
Ia memaparkan, sebanyak 87,5 persen kader lebih percaya diri saat mengedukasi keluarga, dan 77,7 persen orang tua telah memahami apa itu stunting, penyebab, dan bagaimana cara mencegahnya.
 
Menurutnya, perlu kerja sama multisektor untuk meningkatkan profesionalitas para kader.
 
"Para kader ini juga perlu dilatih dan ditingkatkan kapasitasnya secara profesional, perlu pelatihan dan sertifikasi, pemberian honorarium yang layak, serta alokasi anggaran dana desa untuk sarana dan prasarana yang lebih memadai," katanya.

Selain itu bagi Rindang, perlu ada masa bakti yang jelas dan pengawasan dari kepala desa, puskesmas, dan tenaga kesehatan untuk meningkatkan kualitas para kader.

Baca juga: Kader kesehatan bisa berkolaborasi deteksi stunting anak

Baca juga: Kemenkes beri penghargaan kepada 220 tenaga kesehatan teladan

Baca juga: Menko PMK: Kini penanganan stunting dilakukan secara lintas sektoral

Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023