Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan telah melakukan kajian terkait peta jalan strategi nasional terkait pemanfaatan hidrogen untuk jangka panjang hingga tahun 2060.
 
"Kami mengidentifikasi kebutuhan hidrogen sampai 2060. Peta jalan ini menekankan perlunya ekosistem yang mendukung implementasi hidrogen di Indonesia," kata Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Konversi dan Konservasi Energi BRIN Eniya Listiani Dewi di Jakarta, Rabu.
 
Eniya menuturkan peta jalan itu berisi penjelasan tentang arah hidrogen yang terbagi menjadi tiga segmen, yaitu segmen pilot project atau demo plant, pengembangan introduksi ke pasar dan penetrasi pasar, serta efek kepada nilai tambah ekonomi.

Baca juga: BRIN sebut perlu adanya ekosistem riset dalam energi hidrogen
 
Menurut dia, ekonomi Indonesia di masa depan akan ditopang bukan hanya dari minyak, tetapi juga hidrogen karena komoditas ini bisa dipakai di berbagai sektor mulai dari sektor pembangkit listrik, industri terutama industri petrokimia, perumahan, hingga transportasi.
 
BRIN mendorong Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk membuat strategi hidrogen nasional yang mencakup tidak hanya potensi, namun juga rantai produksi, distribusi, hingga pemanfaatan di Indonesia agar pihak swasta tidak lagi bertanya tentang komitmen pemerintah terhadap hidrogen.
 
"Sudah ada 20 proyek dari industri yang melaksanakan pra-feasibility study teknologi hidrogen, baik di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Sumba, Nusa Tenggara Timur, maupun Papua," kata Eniya.

Baca juga: BRIN: Sinergi negara-swasta percepat transisi energi berkelanjutan
 
"Namun, saat akan feasibility study, mereka (industri) menanyakan apakah ada peta jalan? Komitmen? Ini yang perlu kita mulai dari sekarang," katanya.
 
Ia mengakui untuk mewujudkan pemanfaatan energi hidrogen memerlukan waktu. Pertama adalah komitmen dari pemerintah dengan adanya peta jalan, kemudian diperlukan regulasi, standar yang jelas, termasuk mekanisme insentif.

Jika harus memulai pemanfaatan hidrogen, kata Eniya, hal yang paling potensial adalah dari sektor industri dengan memproduksi hidrogen hijau walaupun masih skala kecil karena harganya masih relatif tinggi.

Baca juga: BRIN teliti pemanfaatan limbah sawit sebagai sumber energi terbarukan
 
"Saya yakin titik balik harga akan turun pada 2030, namun tidak mungkin kita menunggu untuk memulai memanfaatkan hidrogen sampai 2030, bisa-bisa kita tertinggal," katanya.

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023