Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) DKI Jakarta, Rustam Effendi, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan armada bus transjakarta koridor I dengan kerugian negara Rp14 miliar. Rustam yang didampingi kuasa hukumnya, Leonard Simorangkir, menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di Gedung KPK, Jalan Veteran, Jakarta, Selasa, selama lebih dari 12 jam sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 23.30 WIB. Seusai menjalani pemeriksaan, Rustam menolak menjawab pertanyaan wartawan. Saat menuruni tangga dari lantai dua Gedung KPK dan berjalan menuju mobil KPK yang mengantarnya ke Rutan Polda Metro Jaya, mantan Kadishub DKI Jakarta periode 2000-2005 itu bahkan mencoba menghindar dari wartawan. Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Tumpak Hatorangan Panggabean, mengatakan Rustam yang juga bertindak sebagai pimpinan proyek pengadaan bus transjakarta berperan sebagai pengguna anggaran. "Tersangka berperan sebagai pengguna anggaran dan pembuat komitmen kepada perusahaan yang ditunjuk," kata Tumpak. Ia menjelaskan proses pengadaan armada transjakarta terbagi dalam dua tahun anggaran, yaitu 2003 senilai Rp50 miliar untuk pengadaan 54 bus dan 2004 sebesar Rp37,7 miliar untuk pengadaan 35 bus. "Dari pelaksanaan itu KPK mendapatkan dua alat bukti bahwa terdapat penggelembungan dari nilai proyek yang sebenarnya sebesar Rp14 miliar," jelas Tumpak. Ia menambahkan proses pengadaan itu juga melanggar Keppres No 18 Tahun 2000 dan Keppres No 80 Tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah, karena dilakukan dengan penunjukkan langsung. "Prosedur pengadaan sama sekali tidak dilaksanakan, dan jika dilaksanakan pun hanya formalitas belaka karena penunjukkan langsung telah diatur sebelumnya," ujar Tumpak. Perusahaan yang ditunjuk langsung oleh pimpinan proyek adalah PT Armada Usaha Bersama sebagai perusahaan penyedia armada transjakarta. Tumpak belum bisa menjelaskan apakah ada aliran dana balik (kickback) yang diberikan oleh rekanan kepada panitia pengadaan. Ia juga belum bisa mengungkapkan aliran dana hasil penggelembungan senilai Rp14 miliar. "Itu belum bisa diungkapkan dan masih harus dibuktikan," ujarnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006