Beijing (ANTARA) - Amerika Serikat (AS) disebut akan menjadi negara yang paling bertanggung jawab atas tingkat emisi CO2 berlebih pada 2050, menurut sebuah studi baru-baru ini.

Negara-negara di kawasan Utara Dunia (Global North) disebut memegang tanggung jawab yang sangat besar atas kerusakan iklim, dan dapat dimintai pertanggungjawaban untuk membayar kompensasi sebesar 170 triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp14.903) pada 2050 guna memastikan target iklim terpenuhi, kata studi tersebut, yang diterbitkan pada Senin (5/6) di jurnal ilmiah Nature Sustainability.

Sebuah proposal kompensasi dibuat dalam studi tersebut oleh tim peneliti yang dipimpin Andrew Fanning, untuk menghitung kompensasi yang harus dibayarkan oleh negara-negara penghasil emisi tinggi kepada negara-negara penghasil emisi rendah atas kerusakan terkait iklim.
 
   "Tidak semua negara memiliki tanggung jawab yang setara atas menipisnya anggaran karbon, beberapa negara berkontribusi lebih besar dalam menyebabkan krisis ini dibandingkan yang lainnya," kata studi tersebut.   Pada November 2022, Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim ke-27 diadakan di Sharm El-Sheikh, Mesir.


Tanggung jawab historis yang tidak proporsional ini menjadi masalah ketika dipandang dari perspektif keadilan iklim yang mengakui atmosfer sebagai "milik bersama", yang di dalamnya semua orang berhak atas penggunaan yang adil dan merata, kata studi itu.

Namun, negara-negara maju masih pasif dalam memberikan dukungan finansial dan teknis kepada negara-negara berkembang, dan hingga saat ini belum memberikan dana yang dijanjikan sebesar 100 miliar dolar per tahun.
 
   Pada November 2022, Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim ke-27 diadakan di Sharm El-Sheikh, Mesir


Sebagai puncak pertemuan tersebut, konferensi itu akhirnya menyepakati pembentukan dana kerugian dan kerusakan untuk memberikan bantuan keuangan kepada negara-negara yang rentan terdampak parah bencana iklim, tetapi hal ini baru langkah pertama.

Hal yang masih menjadi pembahasan dalam serangkaian negosiasi pada 2023 adalah isu-isu utama seperti bentuk pendanaan, negara-negara pemberi biaya, metode alokasi dan target-target bantuan.


 

Pewarta: Xinhua
Editor: Hanni Sofia
Copyright © ANTARA 2023