Simposium ini semacam mengompilasi hasil riset dari para peneliti di seluruh dunia tentang penyu,"
Pontianak (ANTARA News) - Pelibatan masyarakat lokal dalam menjaga sarang penyu di Pantai Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat menjadi tema yang diangkat delegasi Indonesia pada simposium internasional di Maryland, Amerika Serikat.

Tema itu diangkat oleh Koordinator Site Paloh WWF Indonesia, Dwi Suprapti, saat bersama sejumlah utusan dari Indonesia mengikuti simposium internasional tentang penyu tahun 2013 di Maryland, Baltimore, Amerika Serikat, Selasa.

"Simposium ini semacam mengompilasi hasil riset dari para peneliti di seluruh dunia tentang penyu," kata Dwi saat dihubungi dari Pontianak.

Secara keseluruhan, ada 144 pemateri lisan, 11 presentasi berupa video dan 248 presentasi berupa poster yang ditampilkan di simposium tersebut. Dwi memilih menampilkan presentasi berupa poster dengan pertimbangan memberi waktu lebih banyak untuk menyampaikan informasi ke pengunjung atau peserta lainnya.

Ia menjelaskan, selama beberapa dekade, eksploitasi terhadap telur penyu di kawasan itu berlangsung dalam skala besar. Meski ada larangan, namun para pedagang telur penyu menjual hingga ke perbatasan dengan harga yang tinggi.

Bahkan saat musim penyu bertelur, setidaknya para pedagang itu mampu meraup keuntungan hingga Rp10 juta dalam semalam.

Pantai Paloh sendiri merupakan kawasan terbuka dengan panjang lebih dari 60 kilometer. Kawasan sepanjang itu lah yang rentan akan pencurian telur penyu. Hanya sedikit area yakni sekitar 810.30 hektare yang ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Tanjung Belimbing.

Pantai itu juga menjadi jalan utama menuju Desa Temajuk sehingga semakin membuka peluang terjadinya pencurian telur selain mengganggu aktivitas penyu saat bertelur. Ke depan, penetapan kawasan Paloh sebagai sebagai zone ekonomi khusus termasuk pelabuhan LNG juga dapat mengancam kelangsungan kehidupan penyu jika tidak dipersiapkan sejak awal.

WWF - Indonesia memulai program di Paloh pada tahun 2009. Kegiatan yang dilakukan diantaranya memantau penyu bertelur, memberi dukungan ke Pemkab Sambas untuk menetapkan zona konservasi khusus, memperkuat kepedulian publik terhadap perlindungan penyu, serta mendukung pemantauan yang dilakukan petugas.

Pemantauan dilakukan menggunakan sepeda motor setiap hari untuk melihat secara umum kegiatan penyu bertelur. Data yang dihimpun diantaranya jumlah dan ukuran, jumlah telur yang dicuri dan berhasil menetas. Kawasan pemantauan dibagi dua, yakni Pantai Sebubus dengan panjang 19,3 kilometer dan Pantai Temajuk 23 kilometer.

Saat musim puncak penyu bertelur yakni Juli hingga Agustus, WWF mendukung pemantauan malam dengan melibatkan kelompok lokal yang disebut Kambu Borneo. Anggotanya terdiri atas 30 orang, yang ditetapkan oleh pemerintahan desa serta disupervisi instansi terkait. Tim ini juga mendapatkan pelatihan standar dan cara memantau penyu.

WWF Indonesia memulai kegiatan sejak tahun 2011 terutama saat musim puncak penyu bertelur. Setelah tiga tahun, tercatat bahwa aktivitas penyu bertelur paling banyak diantara Sungai Mutusan dan Pantai Belacan. Ada 8.541 sarang penyu selama Juni 2009 - Agustus 2012. Dua jenis utama yakni penyu hijau (98,33 persen) dan penyu sisik (1,70 persen).

Selain itu, juga terjadi penurunan pencurian dari tahun 2009, 2010, 2011 dan 2012 masing-masing 99,62 persen; 95,01 persen; 25,64 persen dan 21,42 persen. "Kalau dibandingkan antara periode 2009 dan 2010 dengan 2011 dan 2012, tahun 2011 masa dimulainya patroli oleh kelompok masyarakat lokal," ujar Dwi.
(T011/Z003)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2013