Tekanan keuangan akibat biaya hidup lebih tinggi menyebabkan banyak orang berpikir untuk memalsukan informasi
Jakarta (ANTARA/Business Wire)- FICO (NYSE: FICO) adalah penyedia perangkat lunak analitik yang terkemuka di dunia. Hari ini FICO mengumumkan temuan lebih lanjut dari survei tentang penipuan konsumen, yang mengamati sikap dan preferensi tentang penipuan cek. Menurut penelitian ini, hampir separuh penduduk Indonesia tidak keberatan melakukan penipuan demi mendapatkan pinjaman atau mengajukan klaim asuransi. Namun penelitian ini juga menyoroti bahwa lembaga keuangan bisa meningkatkan pendapatan dan mendorong penjualan melalui keberhasilan fungsi perlindungan terhadap penipuan.
Informasi lebih jauh:

https://www.fico.com/en/latest-thinking/ebook/consumer-survey-2022-fraud-identity-and-digital-banking-indonesia
Banyak orang menganggap tidak masalah bila memberikan informasi palsu

Ketika ditanya tentang sikap mereka dalam memberikan informasi palsu demi keuntungan finansial atau materi - yang dalam dunia perbankan disebut sebagai penipuan pihak pertama - separuh dari warga Indonesia mendukung perilaku ini. Menurut sekitar 25 persen responden, dalam keadaan tertentu tidak masalah bila melebih-lebihkan pendapatan dalam pengajuan pinjaman atau hipotek, sedangkan 15 persen menganggapnya normal. Menurut survei ini, jumlah konsumen yang serupa juga akan membesar-besarkan klaim asuransi atau menambahkan item pada klaim.

Hasil penelitian ini semakin menegaskan perlunya strategi yang kuat untuk pencegahan penipuan dalam melindungi kepentingan pelanggan sekaligus memperkuat laporan laba rugi bisnis,” kata C.K. Leo, pimpinan FICO bidang penipuan, keamanan, dan kejahatan keuangan di kawasan Asia Pasifik. “Karena hampir separuh penduduk Indonesia tidak segan melakukan penipuan demi uang, kreditur harus waspada dan memperkuat pencegahan penipuan yang mereka terapkan.”

Sentimen ini sama dengan negara tetangga di Asia Tenggara, Thailand dan Filipina (50 persen). Dan yang menarik, bahkan lebih parah di Malaysia karena lebih dari 60 persen responden mengatakan perilaku semacam itu normal.

Hasilnya menunjukkan bahwa bank-bank di Indonesia mungkin melakukan penilaian risiko yang tidak akurat akibat informasi palsu yang diberikan saat pengajuan, sehingga dapat mengakibatkan kerugian finansial akibat klaim asuransi yang membengkak. Selain itu, mungkin pelanggan tidak menyadari bahwa memberikan informasi palsu dalam pengajuan atau klaim adalah tindakan ilegal.

“Biaya hidup yang meningkat dan iklim keuangan yang tidak pasti telah mendorong sebagian masyarakat Indonesia mengambil langkah drastis demi mendapatkan pinjaman dan menggunakan cara lain demi memenuhi kebutuhan hidup,” kata Leo. “Namun, memberikan informasi palsu adalah penipuan. Dengan meningkatkan kemampuan mendeteksi informasi palsu atau informasi yang dibesar-besarkan, secara proaktif lembaga keuangan dapat melindungi diri dari kerugian akibat kredit macet sekaligus mencegah nasabah melakukan tindakan yang akan mereka sesali.”

Memanfaatkan data dan analitik sepenuhnya untuk meningkatkan perlindungan dari penipuan
Lembaga keuangan seringkali memiliki bukti yang diperlukan untuk dapat membedakan pengajuan palsu dan pengajuan yang sah. Namun, tim bagian penipuan seringkali tidak dapat menggunakan data ini karena datanya terisolasi. Akibat ketidakefisienan ini, mereka tidak memiliki perlindungan yang memadai dari penipuan dan membuat pengalaman nasabah tidak menyenangkan. Bank melakukan pemeriksaan identitas yang menyulitkan dan memakan waktu terhadap nasabah, akibatnya biaya membengkak dan lebih banyak proses yang menyebabkan nasabah merasa frustrasi.

“Di lingkungan perbankan yang sangat kompetitif, menggunakan strategi penipuan yang salah dapat merugikan,” kata Leo. “Untuk bisa sukses, tim bidang penipuan harus memiliki keseimbangan antara perlindungan yang kuat terhadap penipuan dan memenuhi kebutuhan sah para nasabah. Melalui pendekatan holistik terhadap data pemohon, tim bidang penipuan akan mampu membedakan antara pengajuan yang palsu dan yang sah. Penggunaan model analitik dan machine learning akan semakin memperkuat pertahanan bank terhadap penipuan, sehingga nasabah akan lebih puas.”

Survei ini diadakan pada akhir tahun 2022 terhadap 1.000 responden masing-masing di 14 negara: Indonesia, A.S., Kanada, Brasil, Meksiko, Kolombia, Peru, Malaysia, Thailand, Filipina, Afrika Selatan, Jerman, Inggris, dan Swedia.

Tentang FICO
FICO (NYSE: FICO) memperkuat keputusan yang membantu orang-orang dan bisnis di seluruh dunia mencapai kesuksesan. FICO didirikan pada tahun 1956 dan merupakan pelopor penggunaan analitik prediktif, AI, dan ilmu data untuk meningkatkan keputusan operasional. FICO memegang lebih dari 200 hak paten A.S. dan asing untuk teknologi yang meningkatkan profitabilitas, kepuasan pelanggan, dan pertumbuhan bisnis di bidang jasa keuangan, manufaktur, telekomunikasi, perawatan kesehatan, ritel, dan banyak industri lainnya. Berbagai bisnis di hampir 120 negara menggunakan solusi FICO untuk segala hal, mulai dari melindungi 2,6 miliar kartu pembayaran terhadap penipuan, meningkatkan inklusi keuangan, hingga memperkuat ketahanan rantai pasokan. Skor FICO® digunakan oleh 90% pemberi pinjaman teratas di A.S. dan menjadi ukuran standar atas risiko kredit konsumen di A.S. dan negara lain, sehingga meningkatkan manajemen risiko, akses kredit, dan transparansi.

Ketahui lebih jauh di http://www.fico.com.
Untuk sumber berita dan media FICO, kunjungi www.fico.com/news.
FICO adalah merek dagang terdaftar milik Fair Isaac Corporation di A.S. dan negara-negara lain.


Pengumuman ini dianggap sah dan berwenang hanya dalam versi bahasa aslinya. Terjemahan-terjemahan disediakan hanya sebagai alat bantu, dan harus dengan penunjukan ke bahasa asli teksnya, yang adalah satu-satunya versi yang dimaksudkan untuk mempunyai kekuatan hukum.

Kontak
Neil Mirano
RICE for FICO
+65 3157 5680
neil.mirano@ricecomms.com
Saxon Shirley

FICO
+65 9171 0965
saxonshirley@fico.com
Sumber: FICO

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2023