Pemberian itu diberikan atas perintah terdakwa 1"
Jakarta (ANTARA News) - Uang dari perusahaan rekanan yang dimenangkan dalam pengadaan proyek pengadaan Solar Home System (SHS) tahun anggaran 2007-2008 di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengalir ke sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan penegak hukum.

"Sumber uang tersebut adalah dari perusahaan rekanan di proyek SHS, tidak ada uang di luar proyek SHS dan pengeluaranya juga saya catat," kata terdakwa Pejabat Pembuat Komitmen, Kepala Subusaha Energi Terbarukan Kementerian ESDM Kosasih Abbas, dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Uang tersebut misalnya digunakan untuk pembahasan Undang-undang Energi dan Ketenagalistrikan yang dibahas dalam 3 tahun yaitu 2007-2009 dengan total nilai Rp1,825 miliar.

"Pemberian itu diberikan atas perintah terdakwa 1," ungkap Kosasih merujuk pada Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) Kementerian ESDM Jacobus Purwono yang juga menjadi terdakwa dalam kasus yang sama.

Selanjutnya uang diberikan kepada sejumlah anggota DPR dengan pembagian pada 2008 diberikan Rp525 juta dan pada 2009 diberikan Rp50 juta.

Kosasih yang mencatat pengeluaran tersebut di satu buku menyebutkan, Rapiuddin Hamarung, Nizar Dahlan dari Fraksi Partai Bulan Bintang (PBB), Sutan Batoegana dari Fraksi Partai Demokrat, Sonny Keraf dari Fraksi PDI-Perjuangan dan Achmad Farial dari Fraksi PPP menerima uang tersebut dalam nominal yang berbeda dengan kisaran dalam mata uang rupiah dan dolar AS.

Pengeluaran selanjutnya diserahkan kepada Sekretaris Jenderal DPR RI yaitu pada 2007 mencapai Rp1,5 miliar, 2008 sebesar Rp550 juta.

"Diberikan juga kepada Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel) Kejaksaan sebanyak Rp1,525 miliar dalam 2 tahap yaitu Rp1 miliar dan Rp250 juta," ungkap Kosasih.

Selain memberikan kepada parlemen dan jaksa, uang asal perusahaan rekanan proyek SHS juga disalurkan untuk pengeluaran internal Kementerian ESDM yaitu untuk tunjangan hari raya (Rp1,25 miliar), pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (Rp35 juta), sumbangan rapat koordinasi BPKP (Rp100 juta), rapat koordinasi ABRI masuk desa (Rp75 juta), pemeriksaan Irjen Kementerian ESDM (Rp114 juta), pengganti uang "cleaning service" (Rp125 juta), sumbangan Korpri (Rp100 juta) dan pengeluaran lain yang totalnya Rp380 juta dan masih ditambah biaya perjalanan proyek operasional PPK.

"Saya telah mengembalikan uang ke KPK sebanyak Rp150 juta, tapi yang tidak dikembalikan sisanya masih Rp85 juta," jelas Kosasih.

Penggunaan uang untuk RUU, anggota DPR dan Jamintel menurut Kosasih sudah sepengetahuan Jacobus.

Namun Jacobus mengungkapkan bahwa pemberian uang tersebut merupakan mekanisme biasa.

"Pengeluaran untuk RUU dan THR saya tidak pernah mengarahkan tapi mekanisme biasa yang dilakukan Sekretaris Dirjen yang merangkap orang kedua yang membawahi perundang-undangan," ungkap Jacobus.

Dalam proyek ini, jaksa menilai terjadi penggelembungan dana proyek yang memperkaya Jacob sebanyak Rp5,3 miliar pada 2007 dan Rp2,8 miliar pada 2008; Kosasih diduga bertambah kaya Rp1,6 miliar pada 2007 dan Rp1,1 miliar pada 2008.

Kedua terdakwa dijerat dengan dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang no. 20 tahun 2001 mengenai memperkaya diri dan merugikan keuangan negara dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Dakwaan kedua Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang no. 20 tahun 2001 tentang penyalahgunaan kewenangan untuk menguntungkan diri sendiri dan merugikan keuangan negara.

(D017) 

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013