Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung Wibowo menilai calon hakim agung Daming Sunusi tidak layak menjadi hakim agung karena kurang menghargai hak asasi kaum perempuan.

"Saya akan mengusulkan kepada anggota Komisi III DPR agar Daming Sanusia tidak diproses sebagai hakim agung," kata Pramono Anung di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.

Menurut Pramono Anung, pernyataan Daming Sunusi soal pemerkosa dan korban perkosaan saling menikmati menyinggung dan tidak menghargai hak asasi kaum perempuan.

Pernyataan yang disampaikan Daming Sunusi pada forum uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung di Komisi III DPR RI, menurut Pramono, adalah forum resmi dan tidak main-main.

"Forum uji kepatutan dan kelayakan tersebut adalah forum resmi dan penentuan seseorang apakah terpilih atau tidak menjadi hakim agung," katanya.

Menurut dia, meskipun Daming menyatakan bahwa pernyataannya tersebut hanya bercanda, tapi tidak bisa begitu saja dikatakan sebagai bercanda, karena forum uji kelayakan dan kepatutan tersebut adalah forum resmi.

Mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) ini menyatakan, dirinya tidak melihat langsung proses uji kelayakan dan kepatutan tersebut tapi tahu setelah membaca berita-berita di media massa.

Namun Pramono akan mengkonfirmasikan hal itu kepada anggota Fraksi PDIP yang berada di Komisi III.

"Jika benar, maka Fraksi PDIP akan memberikan peringatan keras," katanya.

Ia menambahkan, bagi seseorang bukan persoalan perkosaan bisa dianggap sebagai bercanda, tapi bagi kaum perempuan hal tersebut adalah persoalan serius dan sensitif.

Sebelumnya, pada uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung di Komisi III DPR RI, Senin, (14/1), calon hakim agung Daming Sanusi menyatakan, hukuman mati tidak layak diberlakukan bagi pelaku pemerkosaan, karena pemerkosa dan yang diperkosa sama-sama menikmati.

Pernyataan Daming yang menjawab pertanyaan anggota Komisi III DPR RI, membuat sebagian anggota Komisi III tertawa, tapi sebagian lagi justru mencibir.
(R024/A035) 

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2013