Surabaya (ANTARA News) - Bagi Menteri BUMN Dahlan Iskan, listrik bukanlah sesuatu yang asing, sebab dia pernah menjadi Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN (Persero).

Kini, sebagai Menteri BUMN pun masih berhubungan dengan listrik yakni mobil listrik. Namun, mobil listrik itu pula yang membuatnya kena "setrum". "Setrum" yang dimaksud bukan "setrum" teknis, tapi "setrum" yuridis dan politis.

Alkisah, Menteri BUMN Dahlan Iskan memiliki mobil listrik ala "Ferrari", namanya Tucuxi, maka ia pun melakukan test drive untuk mobil dengan harga tidak murah itu, yakni Rp1,5 miliar.

"Saya sudah mencoba Tucuxi dalam jarak 1.000 kilometer, saya kagum dengan Tucuxi," ucapnya mengomentari mobil yang dipakainya untuk tes tempuh jalan jarak jauh dari Solo menuju Surabaya itu.

Namun, belum sampai di Surabaya, Dahlan Iskan mengalami kecelakaan tunggal dalam uji coba di lereng Gunung Lawu, Kecamatan Plaosan, Kabupaten Magetan, Jatim, 5 Januari lalu.

Dalam kondisi jalanan menurun, mobil listrik yang sedang dalam kecepatan 60 kilometer/jam itu mengalami out of control akibat rem blong, sehingga ia pun menabrakkan mobil mewah itu ke dinding tebing.

Setelah menabrak tebing itu, mobil listrik yang ringsek itu pun masih mengalami gerakan sentrifugal dengan membentur tiang listrik dan sebuah mobil Isuzu Panther, namun tabrakan ringan itu tidak merusak mobil lain dan tidak ada korban jiwa.

"Kecelakaan yang terjadi saat melintasi turunan di kawasan Gunung Lawu itu lebih karena mobil listrik Tucuxi tidak dilengkapi dengan gear box, sehingga kekuatan rem tidak dapat menahan beban berat dari kendaraaan itu," ujarnya saat memberikan klarisikasi kepada media massa terkait insiden uji coba Tucuxi itu di Jakarta (8/1).

Menurut dia, mobil ciptaan Danet Suryatama itu tidak memiliki gear box, berbeda dengan mobil listrik berukuran kecil buatan Dasep Ahmadi yang menggunakan sistem gearbox.

Ia mengaku dirinya sesungguhnya sejak awal sudah mengetahui ada yang tidak beres soal rem, karena terbukti saat berkali-kali menginjak lebih dalam justru menimbulkan panas dan bau menyengat.

"Saat itu pula kami berhenti untuk beberapa waktu. Namun saya ingin melanjutkan perjalanan karena mengejar waktu untuk sampai di Magetan," ujarnya.

Keputusan untuk melanjutkan perjalanan tersebut ternyata berbahaya, karena pada tikungan menurun rem benar-benar tidak berfungsi.

"Saya memilih untuk menabrakkan mobil Tucuxi ke tebing, saya mengambil risiko sendiri daripada membahayakan orang lain. Ini keputusan yang diambil dalam waktu singkat, meskipun sempat menyenggol sebuah mobil Isuzu Panther di depan Tucuxi," ujar Dahlan.

Akibatnya, setrum yuridis pun menghadang mantan CEO Jawa Pos Group itu terkait pelanggaran sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Pasal dimaksud antara lain, Pasal 310 ayat 1, pasal 280, dan pasal 64 ayat 1. Pasal 310 ayat 1 terkait kelalaian yang menyebabkan kecelakaan dengan ancaman pidana penjara maksimal enam bulan dan/atau denda maksimal Rp1 juta.

Adapun Pasal 280 terkait pelanggaran aturan registrasi, sedangkan Pasal 64 ayat 1 terkait pelanggaran identifikasi kendaraan bermotor dengan ancaman penjara maksimal dua bulan atau denda maksimal Rp500 ribu.

"Pelat nomor DI 19 yang dipasang pada Tucuxi bukan pelat nomor yang terdaftar resmi. Setelah dicek, pelat nomor itu tidak terdaftar di Samsat maupun kepolisian manapun di Indonesia," ujar Kepala Subdirektorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Ditlantas Polda Jatim AKBP Ade Safri Simanjuntak.

Politis, Tilang, Teknologi
Agaknya, "setrum" yuridis itu pun mengarah ke politis. Sebut saja anggota DPR dan ahli telematika, Roy Suryo. Politisi yang kini menjadi Menpora itu menilai kecelakaan itu murni karena kapabilitas pengemudi yang kurang.

"Pak Dahlan mungkin tidak memiliki pengalaman mengendarai mobil listrik yang serba berbeda dengan mobil pada umumnya," kata politisi Partai Demokrat yang juga Ketua Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia (PPMKI) itu di Jakarta (7/1).

Selain menyoroti faktor kesalahan manusia itu, penggemar otomotif dan juga kolektor mobil antik, terutama merek Mercedes-Benz itu juga menyayangkan bahwa kendaraan mewah tersebut tidak dilengkapi dengan sistem pengaman kantung udara.

"Seharusnya mobil seharga Rp1,5 miliar yang diklaim setara Ferrari ini selayaknya dilengkapi body framing yang melindungi pengendara dari benturan besar," ujarnya.

Namun, Dahlan menilai uji coba tersebut merupakan suatu pelajaran karena secara langsung dapat diketahui kelemahan mobil listrik yang tidak berteknologi gear box dan hal itu patut disyukuri, karena belum digunakan secara massal.

"Saya beruntung menemukan apa yang belum disempurnakan dalam mobil listrik ini sebelum diproduksi massal. Tucuxi sudah dicoba di jalan datar dari Jogja-Jakarta-Solo. Namun kali ini dalam uji coba melintasi tanjakan dan turunan yang curam, diketahui terjadi masalah," ujarnya.

Sesungguhnya, katanya, dirinya awalnya tidak mempermasalahkan mobil listrik itu menggunakan gear box atau tidak, karena memang yang membedakan hanya pada penggunaan energi.

"Mobil yang mengadopsi sistem teknologi gearbox boros energi listrik, sedangkan tidak menggunakan gearbox seperti Tucuxi hemat listrik, tapi akhirnya kita ketahui bahwa dengan tidak menggunakan gearbox, maka daya cengkeram rem tidak mampu menanggung beban yang berat dan dalam kecepatan tinggi," katanya.

Kendati demikian, Menteri BUMN Dahlan Iskan mengakui dirinya telah melakukan pelanggaran lalu lintas, terutama pelat nomer kendaraan DI-19, karena ia pun memenuhi panggilan penyidik Ditlantas Polda Jatim untuk dimintai keterangan di Lantai 2 Gedung Regional Traffic Management Centre (RTMC) Ditlantas Polda Jatim, Surabaya, 10 Januari 2013.

"Saya memang paling bersalah dalam masalah pelat nomer, tapi hal itu pelanggaran lalu lintas, bukan kejahatan, bukan kriminal, karena itu saya siap ditilang. Sanksinya denda, tapi saya nggak tahu nilai dendanya, saya siap membayar denda tilang itu," katanya setelah dimintai keterangan oleh penyidik Ditlantas Polda Jatim.

Ditanya pelanggaran Pasal 310 UU 22/2009 terkait sertifikasi kendaraan laik jalan, ia mengatakan Tucuxi adalah mobil listrik yang merupakan program pemerintah, karena itu lembaga yang khusus melakukan uji sertifikasi mobil listrik itu belum ada.

"Kalau uji sertifikasi itu, siapa yang melakukannya," ujarnya. Oleh karena itu, katanya, pemerintah sudah melakukan pembahasan masalah mobil listrik itu dan pemerintah akan segera mengeluarkan aturan tentang itu, misalnya STNK, BPKB, dan dokumen lainnya.

"Jadi, program mobil listrik nasional itu harus lanjut, karena mobil masa depan adalah mobil listrik, negara maju akan ke sana, tapi Malaysia dan Singapura masih belum. Soal tilang itu, pejabat di Amerika juga tidak masalah kena tilang," katanya.

Agaknya, Menteri BUMN itu hanya kena tilang, terbukti pejabat Polda Jatim pun tidak mengungkit status Dahlan Iskan pasca-permintaan keterangan itu, bahkan Kapolda Jatim Irjen Pol Hadiatmoko pun enggan mengomentari status Menteri BUMN Dahlan Iskan.

"Nanti, nanti ada penjelasan soal itu, sekarang penjelasan tentang acara ini saja," katanya ketika ditanya wartawan setelah melepas konvoi `Boterlas` (bonek tertib lalu lintas) di jalan raya di depan Taman Bungkul Surabaya (11/1).

Hilangnya setrum yuridis dan politis itu bukan berarti setrum teknologis pun hilang, karena insiden Tucuxi di Magetan itu tidak boleh menghentikan program mobil listrik nasional, sebab mobil masa depan adalah mobil listrik, karena energi fosil memang akan habis.

"Jangan sampai ada kekeliruan seperti masa lalu, karena kita nggak siap, pasaran mobil listrik akan dikuasai negara lain dan kita hanya menjadi penonton dan pemakai," ucap Dahlan Iskan. Ya, "setrum" mobil listrik nasional tidak boleh berhenti, termasuk tidak boleh berhenti pada Tucuxi yang hanya bisa dimiliki orang kaya.

(E011)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2013