Singapore (ANTARA) - Sejumlah sukarelawan di puluhan negara akan menggelar aksi menanam pohon, membersihkan sampah, dan mendesak pemerintah menanggulangi perubahan iklim untuk merayakan Hari Bumi, mengingat banyaknya peringatan dari ilmuwan tentang cuaca ekstrem dan rekor suhu tahun ini.

Puncak dari perayaan ke-54 acara tahunan lingkungan itu, yang akan jatuh pada Sabtu (22/4), mencakup pekan konservasi dan bersih-bersih di seluruh dunia, serta beragam festival terkait yang akan dimulai di Roma dan Boston pada Jumat (21/4).

Ribuan orang diperkirakan akan berkumpul di London pada Jumat, untuk memulai "Big One", sebuah rangkaian kegiatan yang berlangsung selama empat hari yang dikelola oleh kelompok aktivis Extinction Rebellion.

Sebuah unjuk rasa akan diselenggarakan di Washington, sebagai upaya untuk mendesak Presiden Joe Biden agar mengakhiri penggunaan bahan bakar fosil.

Pada Sabtu, para sukarelawan akan memulai kegiatan bersih-bersih di Sungai Dal, India, dan Cape Coral di Florida, Amerika Serikat, yang sempat dihantam bencana.

Sebelumnya pada Kamis (20/4), dalam pertemuan dengan para kepala negara ekonomi besar, Biden menyatakan komitmennya untuk meningkatkan anggaran dari Amerika Serikat guna membantu negara-negara berkembang menghadapi perubahan iklim, serta menghentikan deforestasi kawasan hutan hujan Amazon di Brazil.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan pada negara-negara yang menghadiri Forum Ekonomi Besar Biden bahwa "sebuah lompatan besar dalam aksi iklim" diperlukan untuk menghentikan kenaikan suhu di titik 1,5 derajat Celsius.
Baca juga: Kamboja akui dampak perubahan iklim kian buruk saja

Dalam sebuah pesan yang direkam untuk perayaan Hari Bumi, dia mengingatkan bahwa "kita tampaknya sangat mengarah kepada kehancuran".

Hari Bumi kali ini diwarnai dengan cuaca ekstrem selama berminggu-minggu, dengan suhu yang tercatat mencapai 45,4 derajat Celsius di Thailand.

Ada juga gelombang panas yang melanda India hingga menewaskan 13 orang dalam sebuah upacara pada pekan lalu.

Para ilmuwan pada pekan ini mengingatkan bahwa gelombang panas memberikan dampak yang belum pernah terjadi sebelumnya ke sektor pertanian, ekonomi, dan kesehatan publik di India, serta menghalangi upaya jangka panjang negara tersebut untuk mengurangi kemiskinan, penyakit, dan ketimpangan.

Temperatur global bisa mencapai titik terpanasnya pada tahun ini atau 2024 mendatang, akibat perubahan iklim dan prediksi terjadinya fenomena 'El Nino, kata para peneliti iklim pada Kamis.

Sumber: Reuters

Baca juga: WRI Indonesia ajak masyarakat memitigasi krisis iklim
Baca juga: Sri Mulyani: Kebijakan menkeu dunia berimplikasi dalam perubahan iklim

Penerjemah: Mecca Yumna
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023